Translate

Selasa, 02 Desember 2014

MELAYANI DALAM KONSEP HINDU

MELAYANI DALAM KONSEP HINDU


OM
 AWIGNHAM ASTU NAMA SIDHAM
OM ANOBHADRAH KRATAWO YANTU WISWATAH
OM SUASTYASTU
Para pinandita yang saya sucikan, bapak-bapak/ibu-ibu serta adik-adik yang saya hormati dan saya kasihi. Marilah kita tak pernah henti untuk memanjatkan puja dan puji syukur Anghayubahagia kehadapan Ide Hyang Widhi Wasa. Atas segala karunia dan kasih-Nya sehingga kita masih bisa hadir ditempat yang kita sucikan ini pada persembahyangan  Tilem hari ini.
Pada kesempatan ini saya diberi mandat oleh PHDI kota Makassar untuk membawakan Dharma Wacana dengan judul “Melayani Dalam Konsep Hindu“ melayani dalam Hindu adalah sebuah keharusan. Karena untuk dapat menjalankan  Karma Yoga dengan baik maka melayani (seva) harus dilakukan. Barang siapa yang tidak mau melayani maka janganlah hendaknya berharap untuk mendapatkan pelayanan. Pelayanan (seva) adalah penopang kesempurnaan ke-Empat jalan menuju Hyang Widhi Yang telah ditetapkan dalam Weda. Yaitu : Raja Yoga, Jnana Yoga, Bhakti Yoga dan Karma Yoga.Melayani dalam konsep Hindu meliputi hampir semua jenjang kehidupan manusia. Dari lahir sampai mati. Bayi yang baru lahir mendapat pelayanan dari ibunya dengan penuh cinta kasih tanpa harapan untuk mendapat balasan. Demikianlah hendaknya pelayanan itu dilakukan berlandaskan cinta kasih seperti kasih ibu kepada anaknya. Makanya setelah ibu bapaknya menjadi tua si-anaklah yang berkewajiban untuk melayaninya. Jangan sampai terjadi setelah ibu/bapaknya tua renta ditelantarkan oleh anaknya, tidak mendapatkan pelayanan selayaknya. Karena Sarasamuscaya 247 menyebutkan “ kunang ikang iniggatan deni ibunya, makahetu pratikulanya, ya ika daridra negaranya, ya ika anemu duhkha negaranya, ya ika gumawe cunyaning rat negaranya”. Artinya orang yang ditinggal oleh ibunya, yang disebabkan karena bermusuhan dengannya miskinlah orang itu disebut, mengalami duka nestapa, dan hal itu menyebabkan dunia seakan – akan tidak ada apa-apanyasepi adanya. Oleh karena itu layanilah ibu / bapak kita dengan penuh cinta kasih.
Bapak / ibu umat sedharma yang saya hormati, pelayanan itu harus kita berikan kepada orang – orang yang membutuhkan pertolongan, agar menjadi tepat sasaran. Menjadi sia-sialah pelayanan itu bila dilakukan pada orang yang tidak membutuhkan. Pelayanan yang paling mudah untuk dilakukan adalah  “SENYUM” karena senyum itu adalah karunia Hyang Widhi yang  bernilai tinggi, karena senyum memiliki seribu makna. Orang yang senyum menandakan hatinya bahagia, karena senyaman si A  jadian dengan si B. dan dalam sembahyang kita diharapkan tersenyum sebagai wujud bakti/kasih kepada-Nya. Sehingga ada ungkapan berikanlah senyum-mu pada semua orang, tapi cintamu  hanya untuk satu seorang.
Landasan kita dalam melaksanakan pelayanan adalah; kebenaran (sathya), kebajikan (Dharma), cinta kasih (Prema), kedamaian (Shanty), tanpa kekerasan (Ahimsa). Kalau ini menjadi landasan pijak dalam melayani, maka pelayanan itu akan berkualitas dan tanpa pamerih. Dalam 7 (tujuh) persyaratan  sebuah yadnya dikatakan  berkualitas, maka 1 (satu) diantaranya adalah Anaseva, yaitu memberikan pelayanan berupa perjamuan makanan. Jadi kalau ada yadnya dilakukan tanpa memberikan pelayanan berupa perjamuan maka kualitasnya masih kurang, begitu penting pelayanan itu dalam Hindu, apapun bentuknya, bagaimanapun caranya, dimanapun tempatnya, yang penting berdasarkan lima landasan tadi atas, jangan pernah ragu lakukanlah pelayanan itu.
Bapak/ibu umat sedharma yang saya hormati, kita juga wajib menghormati dan melayani tamu dan orang tua kita. Dalam pustaka suci kita disebutkan “ Atity Dewa Bhawa phrtyu dewa bhawa” hormati/ layanilah tamu-mu karena tamu adalah Tuhan  dan hormati/ layanilah orang tua-mu karena orang tua adalah Tuhan. Dalam tradisi Weda bahwa tuan rumah tidak boleh makan sebelum Tamu atau orang tuanya makan. Demikian pula halnya seorang istri yang baik harus melayani suaminya dengan penuh kasih dan suami harus menjadi pelindung keluarganya, itulah sebabnya dia disebut suami (pelindung). Kalau bercerita masalah melayani lalu maaf “ para WTS itu kan pelayan yang membuat para lelaki hidung poleng/belang senang/puas nafsunya, berarti baik dong profesinya, karena dia selalu melayani kapanpun dia dibutuhkan. Saya lihat bapak-bapak banyak yang menahan senyum… mudah-mudahan diantara kita tidak ada seperti itu. WTS/ WP. Atau apapun namanya yang sejenis itu, yang dia lakukan itu adalah perbuatan Zina. Yang bukan pasangan suami istri itu dilarang keras oleh Weda dan hukumannya sangat berat. Silahkan baca dalam manawa dharma sastra.
Bapak/ibu umat sedharma yang saya hormati, PHDI pun mengeluarkan Bisamanya diharapkan dalam  melaksanakan yadnya atau perayaan hari besar seperti Nyepi dan Dharma shanti, agar menyisihkan 30 % dari anggaran nya untuk pelayanan sosial, berarti PHDI (umat Hindu) konsent dengan pelayanan. Karena melayani / pelayanan adalah adalah sebuah sadana / latihan spiritual dalam mengurangi kemelekatan materi menuju kebebasan tanpa keterikatan. Karena dalam Bhagawad gita Bab III sloka 4 disebutkan “ Na karmanam anarambham, naiskarmyam puruso ‘stute, na ca samnyasanad eva, siddhim samadhigachati.” Artinya: Tanpa kerja orang tak akan mencapai kebebasan, demikian juga ia tak akan mencapai kesempurnaan karena menghindari kegiatan kerja.”
Begitu pentingnya melayani antar sesama manusia, sehingga orang-orang arif bijaksana menyebutkan “pelayanan kepada manusia adalah pelayanan kepada Tuhan.” Karena orang yang melaksanakan pelayanan/kerja dengan tulus penuh cinta kasih berlandaskan lima pilar di atas maka pahala yang diperoleh oleh yang melakukan Raja Yoga, Jnana Yoga dan bhakti Yoga, akan diperoleh pula olehnya. Inilah jalan  yang dianjurkan untuk dilakukan di jaman kali yuga ini, karena dapat dilakukan secara kolektif oleh banyak orang. Bahkan disebutkan dalam bhagawad gita, bahwa seorang Muni akan mencapai kesempurnaan kalau ia melaksanakan kerja atau pelayanan,” inti dari pelayanan adalah cinta kasih.  Ada sebuah cerita pendek tentang cinta kasih; Maha Rsi sanathkumara ayahnda Rsi Narada memanggil Rsi Narada, sabda beliau “anak-Ku  sayang, WEDA dan sastra seperti  hutan lebat.  Berbahaya kalau kehilangan jejak dalam hutan tersebut. Weda dan sastra mempunyai beberapa arti. Arti yang mana saja kau yakini, kesulitannya Sama dengan kemudahan-nya. Oleh karena itu jangan cari susah mencoba mengukur artinya, engkau lebih baik menanamkan rasa bhakti pada Brahman (Tuhan) dan bersatu dengan-Nya menyanyikan keagungan-Nya dalam kegembiraan. (mekidung). Rsi Naradamengusulkan Bhakti sutra-Nya yang terkenal dengan sebutan “Narada Bhakti Sutra” yang menjadikan Prema (kasih) sebagai tujuan utama hidup ini dan empat tujuan hidup yangbiasa-biasa saja yaitu catur purusa artha, yaitu : Dharma, Artha, Kama dan Moksa (bebas dari ikatan). Dengan mengikis khayalan orang akan mendapat kebahagiaan (ananda), dengan terus menerus menyanyikan keagungan Tuhan dan menari dalam kegembiraan ( seperti saat kita mendak atau nyineb) ide Batara di utama mandala ini, melupakan diri sendiri secara penuh, orang akan memperoleh Thadathmya (menjadi satu dengan hyang widhi) itulah tingkat tertinggi dari bhakti yang dijelaskan oleh Rsi Narada sebagai Parama Prema (kasih tertinggi). Yang dijadikan inti Weda oleh Rsi Narada.
Bapak/ibu umat sedharma yang saya hormati, konsep melayani dalam Hindu/ WEDA itu wajib hukumnya. Jadi harus dilakukan berlandaskan : kebenaran, kebajikan, cinta kasihKedamaian, dan tanpa kekerasan. Sehingga menghasilkan tanpa keterikatan. Marilah ketuk  hati kita untuk saling melayani berlandaskan kasih sejati itu, maka iri, ego permusuhan dan semua sifat buruk lainnya akan menjauh dan kedamaianlah yang akan mendekati kita. pada hakekatnya  semua  pelayanan yang kita lakukan adalah pelayanan kepada Hyang Widhi, sekecil apapun itu. Baik pelayanan berupa moril ataupun materi, Janganlah pernah ragu akan hal itu. Sehingga nantinya pengurus PHDI, Banjar atau lembaga Hindu lainnya tidak akan susah payah teriak mengajak ibu bapak untuk sekedar sangkepan atau rapat. Karena semua itu membicarakan tentang pelayanan kepada umat. nantinya sulit menemukan sampah dilingkungan Pura ini terlebih di utama mandala ini. Karena sebagian besar atau semua umatnya mempunyai kasih sejati berlomba-lomba untuk saling melayani. Karena semua yang kita lakukan akan berpulang kembali pada diri kita sebagai sebuah karma. Karena Dharma itu hanya Akan melindungi orang yang melaksanakan Dharma itu. Dan akhirnya saya mohon maaf  atas segala kekurangan baik isi maupun cara penyampaian Dharma wacana ini. Saya tutup dengan puja parama shanti”
 OM shanti, shanti, shanti, OM…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar