Translate

Selasa, 01 Maret 2016

Dasar dan peranan Yajna

Konsepsi Yajna telah ada dalam kitab Rg Weda, Upanisad dan Bhagawadgita menjadi dasar dalam pelaksanaan yajna, dan dijelaskan pula peranan yajna dalam kehidupan manusia.
Rg Weda  X.10            : Alam ini ada adalah berdasarkan yajna-Nya.
Bhagawadgita III.11  : Dengan yajna itu para dewa akan memelihara manusia dan dengan yajna itu pula manusia memelihara para dewa. Jadi saling memelihara satu sama lain maka manuis akan mencapai kebahagiaan.
Bhagawadgita III.12  : Ia yang hanya suka dipel;ihara tidak mau memelihara maka ia adalah pencuri.
Manawa Dharmasatra, VI.35  : “Rinani trinyapakritya manomokse niwesayet, ana pakritya moksam tu sewama no wrajatyadhah”
Artinya   :    Kalau ia telah membayar tiga macam hutangnya (kepada Tuhan, kepada leluhur,  dan kepada orang tua) hendaknya ia menunjukkan pikirannya untuk mencapai kebebasan terakhir, ia yang mengejar kebebasan terakhir ini tanpa menyelesaikan  tiga macam hutangnya akan tenggelam kebawah (neraka).
Dari seloka diatas disimpulkan bahwa manusia memiliki tiga hutang (Tri Rna) :
  1. Dewa Rna ialah hutang pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa
  2. Rsi Rna ialah hutang kepada para Maha Rsi
  3. Pitri Rna ialah hutang kepada orang tua atau leluhur

CATUR DRESTA


Dalam praktek keagamaan, umat Hindu melaksanakan ajaran agamanya dengan lebih berpijak pada “acara”(tradisi). Tradisi mana tentunya tetap mengacu pada sumber tertinggi yaitu Sruti, namun dalam pengamalannya lebih ditampilkan wujud prilaku(etika) dan wujud materi(upacara/upakara jadya). Sedangkan wujud ide/nilai berupa pengetahuan(Jnana) cenderung dikesampingkan(gugon tuwon). Itulah sebabnya, dalam hal menjalankan tradisi keagamaan umat Hindu dapat  benar-benar dapat dengan tekun/kuat mempertahankan tetamian leluhur itu. Tradisi leluhur dalam hal menerapkan ajaran agama Hindu inilah yang kemudian berkembang menjadi “dresta” yang arti dan maknanya lebih luas yaitu sebagai pandangan dari suatu masyarakat mengenai tata krama dalam menjalankan hidup dan kehidupa dimasyarakat(desa pekraman). Dan karena setiap masyarakat dalam lingkup desa/wilayah berbeda latar belakangnya(sosial,ekonomi,budaya,sifat keagamaannya) maka meski tidak mencolok, yang namanya perbedaan dalam penampilan selalu muncul dan mewarnai perilaku kehidupan antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Munculah istilah pembenaran untuk suatu perbedaan itu seperti: desa-kala-patra(perbedaan menurut tempat,waktu dan keadaan), desa mawa cara(setiap wilayah mempunyai cara/kebiasaan yang berlainan), negara mawa tata(setiap negara memiliki tata cara tersendiri) dan lahir pula istilah “dresta”.
ADVERTISEMENT
Dresta terdiri dari 4(empat) jenis dengan acuan pembenarannya bervariasi, yaitu:
  1. Purwa Dresta; sering juga disebut Kuna Dresta, adalah suatu pandangan lama yang muncul sejak dahulu dan terus dijadikan sebagai pedoman dari generasi  pelaksanaan Nyepi dengan catur bratanya.
  2. Loka Dresta; adalah suatu pandangan lokal yang hanya berlaku pada suatu daerah/wilayah. Contohnya: tradisi tidak membakar mayat di daerah/wilayah Trunyan(Bali Aga).
  3. Desa Dresta, tidak jauh berbeda dengan loka dresta, dimana suatu pandangan yang sudah mentradisi dan hanya berlaku disuatu desa tertentu saja. Misal: tradisi Ngusaba umumnya dilakukan di desa-desa Bali timur, sedang di Bali Barat tidak begitu lumrah.
  4. Sastra Dresta, merupakan suatu pandangan yang dasar pijakannya adalah sastra atau pustaka-pustaka agama yang mengacu pada kitab suci Weda. Misalnya: Manawadharmasastra, Sarassamuscaya, Bhagawadgita, dll. termasuk lontar-lontar yang berisi petunjuk praktis dari pelaksanaan upacara yadnya.
Dilihat dari sumber pijakan atau acuannya, maka diantara ke empat dresta tersebut diatas yang menempati posisi tertinggi sebagai pedoman dalam melaksakan ajaran agama adalah Sastra Dresta baik yang berstatus Sruti maupun Smrti, dimana keduanya merupakan Dharma Sastra–> sumber kebenaran agama dan wahyu Tuhan.

Catur Purushartha

Empat tujuan(jalan)  utama umat Hindu untuk mencapai bahagia
sejahtera
  1. Dharma =  kebajikan, pengetahuan untuk kebenaran dan kejujuran
  2. Artha =  kekayaan, materi, jer basuki mawa bea.
  3. Kama =  keinginan, kesenangan
  4. Moksa =  kebahagiaan bebas dari ikatan duniawi.