Translate

Kamis, 04 Desember 2014

BHUANA AGUNG DAN BHUANA ALIT

BHUANA AGUNG DAN BHUANA ALIT


Bhuana Agung


Pengertian Bhuana Agung
Kata bhuana agung adalah istilah yang dipergunakan dalam agama hindhu untuk menyebutkan alam semesta atau alam raya. Bhuana agung juga disebut dengan istilah Makrokosmos,jagat raya, alam besar, dan Brahmanda. Semua gugusan: matahari, planet, bintang, bumi, bulan dan yang menjadi isi alam semesta ini disebut Bhuana Agung. Kitab Brhad aranyaka upanisad, menjelaskan bahwa bhuana agung diciptakan oleh Tuhan. Ida Sang Hyang widhi Wasa yang abstrak/ niskala dilukiskan dalam wujud personifikasi sebagai alam semesta ini.

ASAL MULA ALAM SEMESTA DAN UNSUR- UNSURNYA
Alam semesta juga disebut alam besar, alam raya, jagat raya Makrokosmos “ Bhuana Agung”. Kapan sesungguhnya semua itu tercipta, secara pasti tentu sangat sulit untuk mengetahuinya, lebih lebih bila dihubungkan dengan keberadaan umur manusia yang sangat terbatas adanya. Namun demikian, para ahli mencoba untuk menafsirkan keadaanya.
Alam semesta atu Bhuana Agung ini dahulu kala pernah tidak ada, lalu ada, kemudian tidak ada lagi dan demikian seterusnya berulang ulang kali. Pada saat alam semesta ini meng “ada” disebut masa “Srsti” atau “Brahmadiwa” (siang hari Brahma) dan ketika alam semesta ini meniada disebut “pralaya” atau “Brahma Nakta”( malam hari Brahma). Jika masa Srsti atau Brahmadiwa digabungkan dengan masa pralaya atau Brahma Nakta maka disebut satu harii Brahma atau satu “Kalpa”. Peristiwa mengadanya alam semsta ini berlangsung secara berjenjang, dari jenjang yang teramat gaib (niskala) atau halus sampai pada jenjang yang tampak berwujud (sekala) atau sangat kasar.
Pada mulanya tiada apa apa, yang ada hanyalah Tuhan yang disebut Paramasiwa atau nirguna Brahma yang berwujud sunyi sepi, kosong dan hampa. Kemudian tuhan Paramasiwa atau nirguna brahma menjadikan dirinya sadasiwa atau saguna brahma. Dalam keadaan demikian, tuhan telah menjadi atau berwujud Purusa atau Prakrti. Purusa adalah unsure dasar yang bersifat kejiwaan atau rohani, sedangkan Prakrti adalah unsure dasar yang bersifat kebendaan atau jasmani. Purusa dan Prakrti keduanya bersifat sangat halus, tidak dapat diamati dan tanpa permulaan.
Prakrti adalah asas kebendaan, memiliki Tri Guna: Satwam, Rajas, Tamas. Satwam adalah unsure Tri guna yang memiliki sifat dasar terang atau menerangi. Rajas adalah unsure Tri Guna yang memiliki sifat dasar aktif dan dinamis, sedangkan Tamas adalah unsure Tri Guna adalah unsure Tri guna yang memiliki sifat gelap atau berat. Sebagai akibat adanya kerjasama antara Purusa dan Prakrti tersebut menyebabkan kekuatan Tri guna menjadi tidak seimbang. Pada mulanya kekuatan Satwam lebih besar dari Rajas dan Tamas maka lahirlah yang disebut “ Mahat “. Yang berarti “Maha Agung”. Dari mahat ini muncullah Budhi. Budhi adalah asas atau benih kewajiban yang tertinggi, fungsinya adalah untuk menentukan keputusan. Budhi adalah bersifat Satwam sehingga keputusanya bersifat bijaksana. Selanjutnya dari budhi inilah lahir yang disebut dengan nama “ahamkara”, yaitu asas kedirian atau individualis. Kemudian dari ahamkara ini lahirlah yang disebut manas, yaitu akal atau pikiran yang berfungsi untuk berpikir. Bersumber dari manas selanjutnya lahirlah Panca tan matra. Panca tan matra adalah lima unsure zat yang bersifat sangat halus yang terdiri dari :
1. Sabda tan matra (sari suara)
2. Sparsa tan matra (sari rabaan)
3. Rupa tan matra (sari warna)
4. Rasa tan matra (sari rasa)
5. Gandha tan matra (sari bau)
Dalam perkembangan selanjutnya maka munculah Panca Maha bhuta. Panca Maha Bhuta adalah lima macam unsure zat alam yang bersifat kasar, terdiri dari :
Akasa (ether atau ruangan)
Wahyu (hawa atau udara)
Teja (api)
Apah (air)
Perthiwi (tanah)
Unsur-unsur Panca Maha Bhuta ini berevolusi serta menyempurnakan bentuknya maka terciptalah Brahmanda-brahmanda. Salah satunya adalah bumi kita ini. Bumi sebagai tempat mahluk hidup keberadaanya berlapis lapis. Lapisan menuju ruang jagat raya disebut Sapta Loka yang terdiri dari :
Bhur loka (alam manusia)
Bhuwah loka (alam pitra)
Swah loka (alam dewa)
Maha loka
Jana loka
Tapa loka
Satya loka
Tingkatan tingkatan lapisan tersebut terjadi sebagai akibat dari kuat atau lemahnya menuju panas inti bumi atau Kalagni Rudra disebut sapta patala, yang terdiri dari:
Patala (kulit bumi)
Watala
Nitala
Maha –tala
Sutala
Tala-tala
Rasa tala
Lebih dari sapta patala disebutkan masih terdapat 2 lapisan lagi yang disebut, Balaga darba Maha Naraka (ruang perantara di dalam bumi) dan kalagni rudra (ruang inti bumi) yang mempunyai suhu panas sangat hebat. Demikianlah sastra sastra agama menjelaskan tentang asal mula alam semesta beserta unsure unsurnya yang sangat halus bersumber dari Tuhan. Unsure tersebut dievokusi pada “Srsti” sehingga menjadi keras atau padat, dan nanti pada saat peleburan “Pralaya” dijadikan sangat halus oleh –Nya.


Bhuana Alit

A. Pengertian Bhuana Alit
Bhuana: alam, dunia atau jagat
Alit : kecil
Jadi, Bhuana Alit adalah alam kecil atau atau sering disebut dengan Mikrokosmos
B. Proses Penciptaan Bhuana Alit
Sari-sari Panca Maha Bhuta menjadi Sad Rasa ialah manis, pahit, asam, asin, pedas dan sepat. Unsur Sad Rasa bergabung dengan unsur Citta, Budhi, Manah, Ahangkara, Dasendria, Panca Tan Mantra, Panca Maha Bhuta membentuk dua unsur benih kehidupan. Kedua benih kehidupan itu disebut Sukla dan Swanita. Sukla artinya sperma dan Swanita artinya ovum.
Pertemuan antara Sukla dan Swanita itu sama halnya dengan pertemuan antara Purusa dan Prakerti, maka muncullah ciptaan makhluk hidup yang telah memiliki Atma sebagai bagian kecil dari Parama Atman. Unsur Citta, Budhi, Manah, Ahangkara, Dasendria membentuk indria manusia, Panca Tan Mantra dan Panca Maha Bhuta, membentuk tubuh manusia, Atma memberi jiwa pada makhluk. Maka terciptalah manusia yang lengkap memiliki jiwa, pikiran, perasaan, organ tubuh yang sempurna adanya. Manusia pertama adalah Manu atau Swayambhumanu.
C. Unsur-unsur Pembentuk Bhuana Alit
Bhuwana Agung dan Bhuwana Alit diciptakan oleh pencipta tunggal yaitu Tuhan yang menciptakan purusa dan prakrti. Pada diri manusia unsur purusa itu menjadi Jiwatma (Suksma Sarira atau Lingga Sarira), sedangkan unsur prakerti menjadi badan kasar (Sthula Sarira).
Suksma Sarira terjadi pada Budhi, Manas dan Ahamkara yang disebut juga Tri Antah Karana yang artinya “tiga penyebab akhir”.
Masing – masing bagian dari Tri Antah Karana memiliki fungsi :
a. Budhi, fungsinya untuk menentukan keputusan.
b. Manas,fungsinya untuk berpikir.
c. Ahamkara, fungsinya untuk merasakan dan bertindak.
Tri Antah Karana merupakan alat batin manusia yang menentukan watak dan pikiran manusia. Pikiran inilah yang bersumber dari Dasa Indriya yang artinya sepuluh indriya. Dasa Indriya ini dikelompokkan menjadi 2 bagian antara lain:
a. Panca Budhindriya, yaitu 5 macam indriya yang berfungsi untuk mengetahui sesuatu. Terdiri dari :
1. Caksuindriya yaitu indriya pada mata yang berfungsi untuk melihat.
2. Srotendriya yaitu indriya pada telinga yang berfungsi untuk mendengar.
3. Ghranendriya yaitu indriya pada hidung yang berfungsi untuk mencium bau.
4. Jihwendriya yaitu indriya pada lidah yang berfungsi untuk mengecap rasa.
5. Twakindriya yaitu indriya pada kulit yang berfungsi untuk alat peraba.
b. Panca Karmendriya, yaitu 5 macam indriya yang berfungsi untuk melakukan sesuatu.
Terdiri dari :
1. Panindriya yaitu indriya pada tangan.
2. Padendriya yaitu indriya pada kaki.
3. Garbhendriya yaitu indriya pada perut.
4. Upasthendriya / Bhagendriya yaitu indriya pada kelamin laki – laki dan wanita.
5. Payuindriya yaitu indriya pada pelepasan anus.
Panca Budhindriya dan Panca Karmendriya tersebut terjadi karena Ahangkara yang mendapat pengaruh dari Guna Satwa.
Sthula Sarira terjadi akibat dari Panca Tanmatra yang berevolusi. Sedangkan, Panca Tanmatra terjadi sebagai akibat dari Ahangkara yang mendapat pengaruh dari Guna Tamas. Unsur – unsur dari Panca Tan Matra yaitu :
a. Sabda Tanmatra (bekas – bekas suara)
b. Sparsa Tanmatra (bekas – bekas rasa yang berasal dari sentuhan)
c. Rupa Tanmatra (bekas – bekas cahaya)
d. Rasa Tanmatra (bekas – bekas rasa yang pernah dikecap)
e. Gandha Tanmatra (bekas – bekas bau)
Unsur – unsur yang ada diatas tersebut selanjutnya mengalami evolusi yaitu:
a. Sabda Tanmatra dapat berubah menjadi akasa (ether). Dalam tubuh manusia berwujud segala rongga, misalnya rongga dada, mulut dan lainnya. Fungsi akasa ini yaitu untuk memunculkan perasaan marah, malu, kagum, dan nafsu birahi dalam diri manusia.
b. Sparsa Tanmatra dapat berubah bentuk menjadi bayu. Yang dalam tubuh manusia dapat berupa nafas atau udara. Fungsi bayu adalah sebagai tenaga penggerak manusia untuk melakukan kegiatan.
c. Rupa Tanmatra dapat berubah bentuk menjadi teja, yang berwujud zat atau sesuatu yang panas dalam tubuh manusia. Fungsi teja yaitu untuk memunculkan rasa mengantuk, rasa lapar, rasa marah, dan lainnya.
d. Rasa Tanmatra dapat berubah bentuk menjadi apah. Apah ini dalam tubuh manusia berwujud darah, lemak, empedu, dan segala yang bersifat cair.
e. Gandha Tanmatra dapat berubah menjadi perthiwi, yaitu zat padat yang ada dalam tubuh manusia yang meliputi tulang, urat, kulit, kuku dan lainnya.
 Unsur lain pembentuk Bhuwana Alit (manusia)
A. Terkait dengan keberadaan Sthula Sarira
antara lain :

1. Sad Kosa (6 lapis pembungkus badan kasar manusia)
Yang terdiri dari :
a. Asti/ tawulan yaitu tulang manusia
b. Odwad yaitu otot pada manusia
c. Mamsa yaitu daging
d. Rudhira yaitu darah dan
e. Carma yaitu kulit
2. Dasa Bayu (10 macam udara dalam badan manusia)
Yang terdiri dari :
a. Prana, adalah udara yang terdapat dalam paru – paru
b. Samana, adalah udara yang terdapat dalam organ pencernaan
c. Apana, adalah udara yang terdapat pada bagian belakang/pantat manusia
d. Udana, adalah udara yang terdapat pada kerongkongan
e. Byana, adalah udara yang menyebar ke seluruh tubuh
f. Naga, adalah udara yang terdapat pada perut disaat mengempis
g. Kumara, adalah udara yang keluar dari badan, tangan, dan jari – jari
h. Krakara, adalah udara yang keluar pada saat bersin
i. Dewadatta, adalah udara yang keluar saat kita menguap
j. Dananjaya, adalah udara yang member makan pada badan
B. Terkait dengan Suksma Sarira atau badan halus manusia
Yaitu 5 macam unsur pembungkus suksma sarira atau disebut dengan Panca Mayakosa yang terdiri dari :
a. Anamaya Kosa yaitu unsur pembungkus yang berasal dari sari makanan
b. Pranamaya Kosa yaitu unsur pembungkus yang berasal dari sari nafas
c. Wijnanamaya Kosa yaitu unsur pembungkus yang berasal dari sari pengetahuan
d. Manomaya Kosa yaitu unsur pembungkus yang berasal dari kebahagiaan.
C. Sloka-sloka Mengenai Penciptaan Bhuana Alit
 Kitab Manawa Dharma Sastra 1.9
“So’bhidhayaya carirat swatsisrksur wiwidhah prajah, apa ewasa sarja dan tasu bija mawa bijat”
Artinya: Ya Tuhan yang menciptakan dari dirinya sendiri semua makhluk hidup yang beraneka ragam, mula-mula dengan pikirannya, terciptalah air dan dan meletakkan benih-benih kehidupan pada air itu.
 Kitab Bhagawad Gita XIV.3
“Mama yonir mahad brahma, tasmin garbham dadhamy aham sambhavah’sarwabhutanam tato bhavati bharata”
Artinya: KandunganKu adalah Brahma Yang Esa di dalamnya Aku letakkan benih dan dari sanalah terlahir semua makhluk, wahai Bharata.

 Kitab Manawa Dharma Sastra 1.41
“Ewwametairidam sarwam manniyoganmahatmabhih yathakarma tapoyogatsrstam sthawarajabggamam”
Artinya : Demikianlah semua ciptaan, yang bergerak maupun yang tidak bergerak, diciptakan oleh mereka yang Maha Atma dengan kekuatan tapanya, semuanya atas perintah-Ku dan menurut hasil daripada perbuatannya.


AWATARA MENURUT UMAT HINDU


Penjelmaan Dewa Wisnu Sebagai Awatara




PENGERTIAN AWATARA
Awatara dalam agama Hindu adalah inkarnasi dari Tuhan Yang Maha Esa maupun manifestasinya. Tuhan Yang Maha Esa ataupun manifestasinya turun ke dunia, mengambil suatu bentuk dalam dunia material, guna menyelamatkan dunia dari kehancuran dan kejahatan, menegakkan dharma dan menyelamatkan orang-orang yang melaksanakan Dharma/Kebenaran.
Agama Hindu mengenal adanya Dasa Awatara yang sangat terkenal di antara Awatara-Awatara lainnya. Dasa Awatara adalah sepuluh Awatara yang diyakini sebagai penjelmaan material Dewa Wisnu dalam misi menyelamatkan dunia. Dari sepuluh Awatara, sembilan diantaranya diyakini sudah pernah menyelamatkan dunia, sedangkan satu di antaranya, Awatara terakhir (Kalki Awatara), masih menunggu waktu yang tepat (konon pada akhir Kali Yuga) untuk turun ke dunia. Kisah-kisah Awatara tersebut terangkum dalam sebuah kitab yang disebut Purana. Berikut 10 Awatara dari zaman ke zaman :


1. Matsya Awatara
Matsya.jpg
Dalam ajaran agama Hindu, Matsya (Dewanagari :मत्‍स्‍य; IAST: matsya) adalah awatara Wisnu yang berwujud ikan raksasa. Dalam bahasa Sanskerta, kata matsya sendiri berarti ikan. Menurut mitologi Hindu, Matsya muncul pada masa Satyayuga, pada masa pemerintahan Raja Satyabrata (lebih dikenal sebagai Maharaja Waiwaswata Manu), putra Wiwaswan, dewa matahari. Matsya turun ke dunia untuk memberitahu Maharaja Manu mengenai bencana air bah yang akan melanda bumi. Ia memerintahkan Maharaja Manu untuk segera membuat bahtera besar.
Kisah dengan tema serupa juga dapat disimak dalam kisah Nabi Nuh, yang konon membuat bahtera besar untuk melindungi umatnya dari bencana air bah yang melanda bumi. Kisah dengan tema yang sama juga ditemukan di beberapa negara, seperti kisah dari penduduk asli Amerika dan dari Yunani.


2. Kurma Awatara,
Kurma awatara.jpg
Dalam agama Hindu, Kurma (Sanskerta: कुर्म; Kurma) adalah awatara (penjelmaan) kedua dewa Wisnu yang berwujud kura-kura raksasa. Awatara ini muncul pada masa Satyayuga. Menurut kitab Adiparwa, kura-kura tersebut bernama Akupa.
Menurut berbagai kitab Purana, Wisnu mengambil wujud seekor kura-kura (kurma) dan mengapung di lautan susu (Kserasagara atau Kserarnawa). Di dasar laut tersebut konon terdapat harta karun dan tirta amerta yang dapat membuat peminumnya hidup abadi. Para Dewa dan Asura berlomba-lomba mendapatkannya. Untuk mangaduk laut tersebut, mereka membutuhkan alat dan sebuah gunung yang bernama Mandara digunakan untuk mengaduknya. Para Dewa dan para Asura mengikat gunung tersebut dengan naga Wasuki dan memutar gunung tersebut. Kurma menopang dasar gunung tersebut dengan tempurungnya. Dewa Indra memegang puncak gunung tersebut agar tidak terangkat ke atas. Setelah sekian lama tirta amerta berhasil didapat dan Dewa Wisnu mengambil alih.
Kurma juga nama dari seorang resi, putra Gretsamada.
\

3. Waraha Awatara,
Varaha.jpg
Waraha (Sanskerta: वाराह; Varāha) adalah awatara (penjelmaan) ketiga dari Dewa Wisnu yang berwujud babi hutan. Awatara ini muncul pada masa Satyayuga (zaman kebenaran). Kisah mengenai Waraha Awatara selengkapnya terdapat di dalam kitab Warahapurana dan Purana-Purana lainnya.
Menurut mitologi Hindu, pada zaman Satyayuga (zaman kebenaran), ada seorang raksasa bernama Hiranyaksa, adik raksasa Hiranyakasipu. Keduanya merupakan kaum Detya (raksasa). Hiranyaksa hendak menenggelamkan Pertiwi (planet bumi) ke dalam "lautan kosmik," suatu tempat antah berantah di ruang angkasa.
Melihat dunia akan mengalami kiamat, Wisnu menjelma menjadi babi hutan yang memiliki dua taring panjang mencuat dengan tujuan menopang bumi yang dijatuhkan oleh Hiranyaksa. Usaha penyelamatan yang dilakukan Waraha tidak berlangsung lancar karena dihadang oleh Hiranyaksa. Maka terjadilah pertempuran sengit antara raksasa Hiranyaksa melawan Dewa Wisnu. Konon pertarungan ini terjadi ribuan tahun yang lalu dan memakan waktu ribuan tahun pula. Pada akhirnya, Dewa Wisnu yang menang.
Setelah Beliau memenangkan pertarungan, Beliau mengangkat bumi yang bulat seperti bola dengan dua taringnya yang panjang mencuat, dari lautan kosmik, dan meletakkan kembali bumi pada orbitnya. Setelah itu, Dewa Wisnu menikahi Dewi Pertiwi dalam wujud awatara tersebut.


4. Narasimha Awatara,
Nrsimhadev.jpg
Narasinga (Devanagari: नरसिंह ; disebut juga NarasinghNārasiṃha) adalah awatara (inkarnasi/penjelmaan) Wisnu yang turun ke dunia, berwujud manusia dengan kepala singa, berkuku tajam seperti pedang, dan memiliki banyak tangan yang memegang senjata. Narasinga merupakan simbol dewa pelindung yang melindungi setiap pemuja Wisnu jika terancam bahaya.
Menurut kitab Purana, pada menjelang akhir zaman Satyayuga (zaman kebenaran), seorang raja asura (raksasa) yang bernama Hiranyakasipu membenci segala sesuatu yang berhubungan dengan Wisnu, dan dia tidak senang apabila di kerajaannya ada orang yang memuja Wisnu. Sebab bertahun-tahun yang lalu, adiknya yang bernama Hiranyaksa dibunuh oleh Waraha, awatara Wisnu.
Agar menjadi sakti, ia melakukan tapa yang sangat berat, dan hanya memusatkan pikirannya pada Dewa Brahma. Setelah Brahma berkenan untuk muncul dan menanyakan permohonannya, Hiranyakasipu meminta agar ia diberi kehidupan abadi, tak akan bisa mati dan tak akan bisa dibunuh. Namun Dewa Brahma menolak, dan menyuruhnya untuk meminta permohonan lain. Akhirnya Hiranyakashipu meminta, bahwa ia tidak akan bisa dibunuh oleh manusia, hewan ataupun dewa, tidak bisa dibunuh pada saat pagi, siang ataupun malam, tidak bisa dibunuh di darat, air, api, ataupun udara, tidak bisa dibunuh di dalam ataupun di luar rumah, dan tidak bisa dibunuh oleh segala macam senjata. Mendengar permohonan tersebut, Dewa Brahma mengabulkannya.


5. Wamana Awatara,
Vamanadeva.jpg
Dalam agama Hindu, Wamana (Devanagari: वामन ; Vāmana) adalah awatara Wisnu yang kelima, turun pada masa Tretayuga, sebagai putra Aditi dan Kasyapa, seorang Brahmana. Ia (Wisnu) turun ke dunia guna menegakkan kebenaran dan memberi pelajaran kepada raja Bali (Mahabali, seorang Asura, cucu dari Prahlada. Raja Bali telah merebut surga dari kekuasaan Dewa Indra, karena itu Wisnu turun tangan dan menjelma ke dunia, memberi hukuman pada Raja Bali. Wamana awatara dilukiskan sebagai Brahmana dengan raga anak kecil yang membawa payung. Wamana Awatara merupakan penjelmaan pertama Dewa Wisnu yang mengambil bentuk manusia lengkap, meskipun berwujud Brahmana mungil. Wamana kadang-kadang dikenal juga dengan sebutan "Upendra."


6. Parasurama Awatara,

Parasurama (Dewanagari: परशुरामभार्गव; IAST: Parashurāma Bhārgava) atau yang di Indonesia kadang disebut Ramaparasu, adalah nama seorang tokoh Ciranjiwin (abadi) dalam ajaran agama Hindu. Secara harfiah, namaParashurama bermakna "Rama yang bersenjata kapak". Nama lainnya adalah Bhargawa yang bermakna "keturunan Maharesi Bregu". Ia sendiri dikenal sebagai awatara Wisnu yang keenam dan hidup pada zaman Tretayuga. Pada zaman ini banyak kaum kesatria yang berperang satu sama lain sehingga menyebabkan kekacauan di dunia. Maka, Wisnu sebagai dewa pemelihara alam semesta lahir ke dunia sebagai seorang brahmana berwujud angker, yaitu Rama putra Jamadagni, untuk menumpas para kesatria tersebut.


7. Rama Awatara,
Rama purusothama.jpg
Dalam agama Hindu, Rama (Sanskerta: राम; Rāma) atau Ramacandra (Sanskerta: रामचन्द्र; Rāmacandra) adalah seorang raja legendaris yang terkenal dari India yang konon hidup pada zaman Tretayuga, keturunan Dinasti Surya atau Suryawangsa. Ia berasal dari Kerajaan Kosala yang beribukota Ayodhya. Menurut pandangan Hindu, ia merupakan awatara Dewa Wisnu yang ketujuh yang turun ke bumi pada zaman Tretayuga. Sosok dan kisah kepahlawanannya yang terkenal dituturkan dalam sebuah sastra Hindu Kuno yang disebut Ramayana, tersebar dari Asia Selatan sampai Asia Tenggara. Terlahir sebagai putera sulung dari pasangan Raja Dasarata dengan Kosalya, ia dipandang sebagai Maryada Purushottama, yang artinya "Manusia Sempurna". Setelah dewasa, Rama memenangkan sayembara dan beristerikan Dewi Sita, inkarnasi dari Dewi Laksmi. Rama memiliki anak kembar, yaitu Kusa dan Lawa.


8. Kresna Awatara,
Krsna flute big.jpg
Kresna (Dewanagari: कृष्ण; IAST: kṛṣṇa; dibaca [ˈkr̩ʂɳə]) adalah salah satu dewa yang dipuja oleh umat Hindu, berwujud pria berkulit gelap atau biru tua, memakai dhoti kuning dan mahkota yang dihiasi bulu merak. Dalam seni lukis dan arca, umumnya ia digambarkan sedang bermain seruling sambil berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping. Legenda Hindu dalam kitab Purana dan Mahabharata menyatakan bahwa ia adalah putra kedelapan Basudewa dan Dewaki, bangsawan dari kerajaan Surasena, kerajaan mitologis di India Utara. Secara umum, ia dipuja sebagai awatara (inkarnasi) Dewa Wisnu kedelapan di antara sepuluh awatara Wisnu. Dalam beberapa tradisi perguruan Hindu, misalnya Gaudiy Waisnawa, ia dianggap sebagai manifestasi dari kebenaran mutlak, atau perwujudan Tuhan itu sendiri, dan dalam tafsiran kitab-kitab yang mengatasnamakan Wisnu atau Kresna, misalnyaBhagawatapurana, ia dimuliakan sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Bhagawatapurana, ia digambarkan sebagai sosok penggembala muda yang mahir bermain seruling, sedangkan dalam wiracaritaMahabharata ia dikenal sebagai sosok pemimpin yang bijaksana, sakti, dan berwibawa. Selain itu ia dikenal pula sebagai tokoh yang memberikan ajaran filosofis, dan umat Hindu meyakini Bhagawadgita sebagai kitab yang memuat kotbah Kresna kepada Arjuna tentang ilmu rohani.


9. Buddha Awatara,
Buddha meditating.jpg
Dalam agama Hindu, Gautama Buddha muncul dalam kitab Purana (Susastra Hindu) sebagai awatara (inkarnasi) kesembilan di antara sepuluh awatara (Dasawatara) Dewa Wisnu. Dalam Bhagawatapurana, Beliau disebut sebagai awatara kedua puluh empat di antara dua puluh lima awatara Wisnu. Kata buddha berarti "Dia yang mendapat pencerahan" dan dapat mengacu kepada Buddha lainnya selain Gautama Buddha, pendiri Buddhisme yang dikenal pada masa sekarang.
Berbeda dengan ajaran Hindu, ajaran Gautama Buddha tidak menekankan keberadaan "Tuhan sang Pencipta" sehingga agama Buddha termasuk bagian dari salah satu aliran nāstika (heterodoks; secara harfiah berarti "Itu tidak ada") menurut aliran-aliran agama Dharma lainnya, seperti Dwaita. Namun beberapa aliran lainnya, seperti Adwaita,sangat mirip dengan ajaran Buddhisme, baik bentuk maupun filsafatnya


10. Kalki Awatara,
KalkiAvatara.jpg
Dalam ajaran agama Hindu, Kalki (Dewanagari: कल्कि; IAST: Kalki; juga ditulis sebagai Kalkin dan Kalaki) adalah awatara Wisnu kesepuluh sekaligus yang terakhir, yang akan datang pada akhir zaman Kaliyuga (zaman kegelapan dan kehancuran) saat ini. Nama kalki seringkali dipakai sebagai metafora untuk kekekalan dan waktu. Berbagai tradisi memiliki berbagai kepercayaan dan pemikiran mengenai kapan, bagaimana, di mana, dan mengapa Kalki muncul. Penggambaran yang umum mengenai Kalki yaitu Beliau adalah awatara yang mengendarai kuda putih (beberapa sumber mengatakan nama kudanya Devadatta [anugerah Dewa] dan dilukiskan sebagai kuda bersayap). Kalki memiliki pedang berkilat yang digunakan untuk memusnahkan kejahatan dan menghancurkan iblis Kali kemudian menegakkan kembali dharma dan memulai zaman yang baru.

Rabu, 03 Desember 2014

Cerita Singkat Ramayana

RAMAYANA

Alkisah Prabu Dasarata yang memiliki tiga permaisuri, yaitu: Kosalya, Kekayi, dan Sumitra. Dari Dewi Kosalya, lahirlah Sang Rama. Dari Dewi Kekayi, lahirlah Sang Bharata. Dari Dewi Sumitra, lahirlah putera kembar, bernama Lesmana dan Satrugna. Keempat pangeran tersebut sangat gagah dan mahir bersenjata. Pada suatu hari, Resi Wiswamitra meminta bantuan Sang Rama untuk melindungi pertapaan di tengah hutan dari gangguan para raksasa. Setelah berunding dengan Prabu Dasarata, Resi Wiswamitra dan Sang Rama berangkat ke tengah hutan diiringi Sang Lesmana. Selama perjalanannya, Sang Rama dan Lesmana diberi ilmu kerohanian dari Resi Wiswamitra. Mereka juga tak henti-hentinya membunuh para raksasa yang mengganggu upacara para Resi. Ketika mereka melewati Mithila, Sang Rama mengikuti sayembara yang diadakan Prabu Janaka. Ia berhasil
memenangkan sayembara dan berhak meminang Dewi Sinta, puteri Prabu Janaka. Dengan membawa Dewi Sinta, Rama dan Lakshmana kembali pulang ke Ayodhya. Prabu Dasarata yang sudah tua, ingin menyerahkan tahta kepada Rama. Atas permohonan Dewi Kekayi, Sang Prabu dengan berat hati menyerahkan tahta kepada Bharata sedangkan Rama harus meninggalkan kerajaan selama 14 tahun. Bharata menginginkan Rama sebagai penerus tahta, namun Rama menolak dan menginginkan hidup di hutan bersama istrinya dan Lesmana. Akhirnya Bharata memerintah Kerajaan Kosala atas nama Sang Rama. Dikisahkan ada seorang raja Alengkadiraja yaitu Prabu Rahwana, yang juga sedang kasmaran, namun bukan kepada Dewi Sinta tetapi dia ingin memperistri Dewi Widowati. Dari penglihatan Rahwana, Sinta dianggap sebagai titisan Dewi Widowati yang selama ini diimpikannya. Dalam sebuah perjalanan Rama dan Shinta dan disertai Lesmana adiknya, sedang melewati hutan belantara yang dinamakan hutan Dandaka, si raksasa Prabu Rahwana mengintai mereka bertiga, khususnya Sinta. Rahwana ingin menculik Shinta untuk dibawa ke istananya dan dijadikan istri, dengan siasatnya Rahwana mengubah seorang hambanya yang bernama Marica menjadi seekor
kijang kencana. Dengan tujuan memancing Rama pergi memburu kijang jadi-jadian itu, karena Dewi Sinta menginginkannya. Dan memang benar setelah melihat keelokan kijang tersebut, Sinta meminta Rama untuk menangkapnya. Karena permintaan sang istri tercinta maka Rama berusaha mengejar kijang seorang diri sedang Shinta dan Lesmana menunggu.
Setelah cukup lama ditinggal berburu, Sinta mulai mencemaskan Rama, maka Sintapun meminta Lesmana untuk mencarinya. Sebelum meninggalkan Sinta seorang diri Lesmana tidak lupa membuat perlindungan guna menjaga keselamatan Sinta yaitu dengan membuat lingkaran magis. Dengan lingkaran ini Shinta tidak boleh mengeluarkan sedikitpun anggota badannya agar tetap terjamin keselamatannya, jadi Shinta hanya boleh bergerak-gerak sebatas lingkaran tersebut. Setelah kepergian Lesmana, Rahwana mulai beraksi untuk menculik, namun usahanya gagal karena ada lingkaran magis tersebut. Rahwana mulai cari siasat lagi, caranya ia menyamar dengan mengubah diri
menjadi seorang brahmana tua dan bertujuan mengambil hati Shinta untuk memberi sedekah. Ternyata siasatnya berhasil membuat Sinta mengulurkan tangannya untuk memberi sedekah, secara tidak sadar Shinta telah melanggar ketentuan lingkaran magis yaitu tidak diijinkan mengeluarkan anggota tubuh sedikitpun. Saat itu juga Rahwana tanpa ingin kehilangan kesempatan ia menangkap tangan dan menarik Sinta keluar dari lingkaran. Selanjutnya oleh Rahwana, Sinta dibawa pulang ke istananya di Alengka. Saat dalam perjalanan pulang itu terjadi pertempuran dengan seekor burung Garuda yang bernama Jatayu yang hendak menolong Dewi Sinta. Jatayu dapat mengenali Sinta sebagai puteri dari Janaka yang merupakan teman baiknya, namun dalam pertempuan itu Jatayu
dapat dikalahkan Rahwana. Disaat yang sama Rama terus memburu kijang kencana dan akhirnya Rama berhasil memanahnya, namun kijang itu berubah kembali menjadi raksasa. Dalam wujud sebenarnya Marica mengadakan perlawanan pada Rama sehingga terjadilah pertempuran antar keduanya, dan pada akhirnya Rama berhasil memanah si raksasa. Pada saat yang bersamaan Lesmana berhasil menemukan Rama dan mereka berdua kembali ke tempat semula dimana Shinta ditinggal sendirian, namun sesampainya ditempat Sinta tidak ditemukan. Selanjutnya mereka berdua berusaha mencarinya dan bertemu Jatayu yang luka parah, Rama mencurigai Jatayu yang menculik dan dengan penuh emosi ia hendak membunuhnya tapi berhasil dicegah oleh Lesmana. Dari keterangan Jatayu mereka mengetahui bahwa yang menculik Sinta adalah Rahwana. Setelah menceritakan semuanya akhirnya si burung garuda ini meninggal. Rama yang mengetahui istrinya diculik segera mencari Rahwana ke Kerajaan Alengka atas petunjuk Jatayu sebelum meninggal. Dalam perjalanan, ia bertemu dengan Sugriwa, Sang Raja Kiskendha. Atas bantuan Sang Rama, Sugriwa berhasil merebut kerajaan dari kekuasaan kakaknya, Subali. Untuk membalas jasa, Sugriwa bersekutu dengan Sang Rama untuk menggempur Alengka. Dengan dibantu Hanuman paman dari Sugriwa dan ribuan pasukan wanara(kera), mereka menyeberangi lautan untuk menggempur Alengka.
Argasoka adalah taman kerajaan Alengka tempat dimana Sinta menghabiskan hari-hari penantiannya
dijemput kembali oleh sang suami. Dalam Argasoka, Sinta ditemani oleh Trijata kemenakan Rahwana, selain itu juga Trijata berusaha membujuk Sinta untuk bersedia menjadi istri Rahwana. Karena sudah beberapa kali Rahwana meminta dan memaksa Sinta menjadi istrinya tetapi ditolak, sampai-sampai Rahwana habis kesabarannya yaitu ingin membunuh Sinta namun dapat dicegah oleh Trijata. Di dalam kesedihan Sinta di taman Argasoka ia mendengar sebuah lantunan lagu oleh seekor kera putih yaitu Hanuman yang sedang mengintainya. Setelah kehadirannya diketahui Sinta, segera Hanuman menghadap untuk menyampaikan maksud kehadirannya sebagai utusan Rama.
Setelah selesaimenyampaikan maksudnya Hanuman segera ingin mengetahui kekuatan kerajaan
Alengka.Caranya dengan membuat keonaran yaitu merusak keindahan taman, dan akhirnya Hanuman tertangkap oleh Indrajid putera Rahwana dan kemudian dibawa ke Rahwana. Akhirnya Hanuman dijatuhi hukuman yaitu dengan dibakar hidup-hidup, tetapi Hanuman berhasil meloloskan diri dan membakar kerajaan Alengka. Sekembalinya dari Alengka, Hanuman menceritakan semua kejadian dan kondisi Alengka kepada Rama. Setelah menerima laporan itu, maka Rama memutuskan untuk berangkat menyerang kerajaan Alengka dan diikuti pula oelh pasukan kera pimpinan Hanuman.
Setibanya di istana Alengkadiraja terjadilah peperangan, dimana awalnya pihak Alengka dipimpin oleh Indrajid. Dalam pertempuran ini Indrajid dapat dikalahkan dengan gugurnya Indrajit. Alengka terdesak oleh bala tentara Rama, maka Rahwana minta bantuan Kumbakarna raksasa yang bijaksana. Kumbakarna menyanggupi tetapi bukannya untuk membela kakaknya yang angkara murka, namun demi untuk membela bangsa dan negara Alengkadiraja. Dalam pertempuran ini pula Kumbakarna dapat dikalahkan dan gugur sebagai pahlawan bangsanya. Dengan gugurnya sang adik, akhirnya Rahwana menghadapi sendiri Rama. Pada akhir pertempuran ini Rahwana juga dapat dikalahkan seluruh pasukan pimpinan Rama. Rahwana yang memiliki ajian rawarontek tidak dapat dibunuh kecuali tubuhnya tidak menyentuh tanah. Rahwana akhirnya terkena panah pusaka Rama dan Rahwana melarikan diri tetapi kemudian dia dihimpit gunung Sumawana yang dibawa Hanuman.
Setelah semua pertempuran yang dahsyat itu, dengan kekalahan dipihak Alengka maka Rama dengan bebas dapat memasuki istana dan mencari sang istri tercinta. Dengan diantar oleh Hanuman menuju ke taman Argasoka menemui Sinta, akan tetapi Rama menolak karena menganggap Sinta telah ternoda selama Sinta berada di kerajaan Alengka. Maka Rama meminta bukti kesuciannya, yaitu dengan melakukan bakar diri. Karena kebenaran kesucian Sinta dan pertolongan Dewa Api, Sinta selamat dari api. Dengan demikian terbuktilah bahwa Shinta masih suci dan
akhirnya Rama menerima kembali Shinta dengan perasaan haru dan bahagia. Dan akhir dari kisah ini mereka kembali ke istananya. Sementara Wibhisana diminta memimpin kerajaan Alengka.

TRI PRAMANA AGAMA HINDU

TRI PRAMANA

1. Pengertian Tri Pramana :
Tri artinya Tiga dan Pramana artinya Jalan, Cara.
Jadi Tri Pramana artinya Tiga jalan atau Cara untuk memperkuat keyakinan tentang keberadaan Ida Sang Hyang Widhi.

2. Bagian-bagian Tri Pramana yaitu :
a. Praktiasa Pramana,
yakni melihat secara langsung atau bersentuhan dengan Panca Indra seperti halnya menyaksikan terbit dan terbenamnya matahari, terjadinya gerhana bulan dan matahari, munculnya api dari gesekan benda-benda kering, munculnya api dari memfokuskan sinar matahari dengan menggunakan kaca suryakanta. Demikian pula dapat mencium bau harumnya bunga-bunga, mendengarkan indahnya musik, sejuknya angin pegunungan dan sebagainya.

b. Anumana Pramana,
yakni meyakini berdasarkan perhitungan analisa yang logis berpedoman pada tanda-tanda atau gejala-gejala yang nampak sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang benar dan akurat, seperti contoh dibawah ini :
- Kita mengetahui bahwa ada angin manakala melihat dedaunan pada pepohonan yang bergerak-gerak, makin keras gerak daun tersebut makin besar pula angin bertiup.
- Ketika kita melihat dikejauhan ada asap menggempul, pastilah di bawah sumber asap tersebut ada pembakaran atau kebakaran.
- Ketika disebuah sungai, tiba-tiba air mengalir sangat besar, deras dan keruh, di atas hulu sungai ada awan hitam atau mendung yang sangat tebal maka dapat disimpulkan bahwa disana telah terjadi hujan yang sangat lebat.
- Matahari dapat secara rutin terbit di timur dan terbenam di ufuk barat tiada kekuatan dari siapapun dalam wujud mahluk hidup yang menggerakan dan mengaturnya, dapat disimpulkan dari kekuatan Ida Sang Hyang Widhilah yang mengatur dan menggerakannya.

c. Agama Pramana,
yakni  dengan pemberitahuan-pemberitahuan, mendengarkan ucapan-ucapan atau cerita-cerita orang yang wajar dipercaya karena kejujuran, kesucian dan keluhuran pribadinya. Misalnya dengan membaca kitab-kitab suci Smerti, mendengarkan cerita-cerita/nasehat para Rsi atau para Guru. Dengan pemberitahuan para Guru, kita yakin bahwa dunia ini bulat (Brahmanda) tang berputar mengelilingi matahari sehingga ada siang dan malam.

Dengan Tri Pramana inilah kita akan menganalisa ada atau tidaknya Ida Sang Hyang Widhi. Secara Praktyaksa, kita pada umumnya tidak dapat melihat secara langsung keadaan IDa Sang Hyang Widhi, Karena Ida Sang Hyang Widhi maha Abstrak (gaib), maha tahu (widya) dan serba tidak terbatas sedangkan kita sebagai umat manusia biasa yang memiliki daya kemampuan yang serba terbatas, penuh kegelapan (awidya). Para Maharsi yang telah tinggi kesucian rohaninya dan telah mekar intuisinya akan dapat mengetahui Sang Hyang Widhi secara PPraktyaksa Darsana dengan melalui pengalaman-pengalaman gaib (Yoga dan Semadi).
Secara Agama Pramana kita percaya dan yakin kepada ucapan-ucapan pustaka suci Weda yang menyatakan bahwa Ida Sang Hyang Widhi itu memang benar ada, Maha Esa dan Maha Kuasa. Beliaulah asal mula dan tujuan akhir semua mahluk (Sangkan paraning sarat). Diantara berbagai pengetahuan yang didapat dengan cara Agama Pramana yang terbanyak. Di dalam Wraspati Tattwa disebutkan, orang yang memiliki tiga cara, Tri Pramana untuk mendapatkan pengetahuan disebut "Sanya Jnana" (berpengetahuan lengkap).



ASTA AISWARYA

ASTA AISWARYA


1. Pengertian Asta Aiswarya
            Asta Aiswarya berasal dari Bahasa Sansekerta yang terdidi dari kata Asta dan kata Aiswarya. Kata Asta artinya delapan dan kata Aiswarya berarti kemahakuasaan. Jadi Asta Aiswarya mengandung arti Delapan sifat kemahakuasaan dari Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan).
            Asta Aiswarya dapat digambarkan kemahakuasaan Ida Sang Hyang Widhi sebagai Padma Astadala (Bunga Padma/Teratai yang berhelai daun delapan) dapat diartikan berasal dari satu sumber yang menjangkau/memenuhi seluruh penjuru/arah mata angin.

2. Bagian-bagian Asta Aiswarya
         - Anima
         - Lagima
         - Mahima
         - Prapti
         - Prakamya
         - Isitwa
         - Wasitwa
         - Yatrakama Wasyitwa

3. Arti dan Makna Masing-Masing Bagian Asta Aiswarya :

- Anima
Anima berasal dari kata anu yang berarti kecil. Anima artinya maha kecil, sifat Ida Sang Hyang Widhi (tuhan) maha kecil bagaikan atom, atom bagian terkecil dari unsur-unsur, jadi sifat Ida Sang Hyang Widhi menjangkau segala sesuatu lebih kecil dari atom. Karena kecilnya sifat Ida Sang Hyang Widhi Wasa sehingga dapat memasuki tempat yang sekecil-kecilnya. Tidak ada yang lebih kecil dari beliau.

- Lagima
Lagima berasal dari kata laghu yang berarti ringan. Lagima artinya sifat Ida Sang Hyang Widhi maha ringan lebih ringan dari gas, kapas, maupun ether. Dapat menjangkau segala tempat.

- Mahima
Mahima berasal dari kata maha yang artinya maha besar, dimana sifat Ida Sang Hyang Widhi bersifat maha besar. Karena sifatnya itu Ida Sang Hyang Widhi dapat menempati segala berada di seluruh alam semesta, tiada sedikitpun dari bagian alam raya, angkasa raya ini yang tidak terlepas dari pengaruh sifat Mahima dari Ida Sang Hyang Widhi.

- Prapti
Prapti artinya sifat Ida Sang Hyang Widhi menjangkau seluruh tempat dan keadaan, tidak dapat dibatasi, gerak maupun keadaan, sifat beliau "Wyapi Wyapaka" yang artinya selalu berada dimana-mana secara bersamaan.

- Prakamya
Prakamya berasal dari kata pra dan kamya berarti segala kehendak-Nya terlaksana (terjadi). Kehendak atau keinginan Ida Sang Hyang Widhi tidak terbatas, dan tidak terjangkau oleh kemampuan daya pikir serta daya nalar mahluk-mahluk ciptaan Beliau.

- Isitwa
Isitwa berarti raja, artinya sifat Ida Sang Hyang Widhi maha utama atau maha mulya. Ida Sang Hyang Widhi sangatlah utama, sangatlah mulya, semua tunduk segala titahnya dan tiada yang mampu menyamakan, menyaingi, menandingi apalagi melampaui kemaha muliaan dari sifat-sifat Beliau sungguh maha sempurna.

- Wasitwa
Wasitwa berarti paling kuasa, sifat Ida Sang Hyang Widhi Maha Kuasa, beliaulah yang paling berkuasa atas alam semesta beserta isinya. Seperti Bumi yang mengelilingi matahari, planet-planet berputar dengan teratur tidak pernah tabrakan, terjadinya siang dan malam, terjadinya kelahiran, kehidupan, dan kematian, semua itu karena kuasanya yang sering disebut Utpeti, Sthiti, dan Pralina.

- Yatrakama Wasayitwa
Yatrakama Wasayitwa berarti kodrat atau takdir. Sifat Ida Sang Hyang Widhi penentu atas takdir/kodrat serta Rta juga disebut hukum alam, hukum rwabhineda, penentu perjalanan siklus alam beserta isinya. Semuanya terjadi sesuai dengan kehendak dan kodrat.

Demikianlah sifat keagungan dan kemahakuasaan Ida Sang Hyang Widhi yang disebut Asta Aiswarya.

Asta Brata (Delapan Kepemimpinan dalam Agama Hindu)

Pengertian Asta Brata


Asta Brata adalah Contoh Kepemimpinan Hindu yang terdapat dalam Itihasa Ramayana. Asta Brata ini merupakan, Delapan Tipe kepemimpinan yang merupakan Delapan Sifat Kemahakuasaan Tuhan. Ajaran ini diberikan Sri Rama kepada Wibhisana sebagai Raja Alengka Pura menggantikan kakaknya Rahwana. Bagian- bagian ajaran Asta Brata sebagai berikut:

1.      Indra Brata = Artinya pemimpin hendaknya mengikuti sifat-sifat Dewa Indra sebagai dewa pemberi hujan, member kesejahtraan kepada rakyat.

2.      Yama Brata = Artinya pemimpin hendaknya mengikuti sifat-sifat Dewa Yama yaitu menciptakan hukum, menegakkan hukum dan memberikan hukuman secara adil kepada setiap orang yang bersalah.

3.      Surya Brata = Hendaknya pemimpin memberikan penerangan secara adil dan merata kepada seluruh rakyat yang dipimpinnya serta selalu berbuat berhati-hati seperti matahari sangat berhati-hati dalam menyerap air.

4.      Candra Brata = Pemimpin hendaknya selalu dapat memperlihatkan wajah yang tenang dan berseri-seri sehingga masyarakat yang dipimpinnya merasa yakin akan kebesaran jiwa dari pemimpinnya.

5.      Bayu Brata = Pemimpin hendaknya selalu dapat mengetahui dan menyelidiki keadaan serta kehendak yang sebenarnya terutama keadaan masyarakat yang hidupnya paling menderita

6.      Kuwera Brata = Pemimpin hendaknya harus bijaksana mempergunakan dana atau uang serta selalu ada hasrat untuk mensejahtrakan masyarakat dan tidak menjadi pemboros yang akirnya dapat merugikan Negara dan Masyarakat.

7.      Baruna Brata =Pemimpin hendaknya dapat memberantas segala bentuk penyakit yang berkembang di masyarakat , seperti pengangguran, kenakalan remaja, pencurian dan pengacau keamanan Negara.

8.      Agni Brata = Pemimpin harus memiliki sifat-sifat selalu dapat memotivasi tumbuhnya sifat ksatria dan semangat yang berkobar dalam menundukkan musuh-musuhnya.                                                                   
 


Sumber : https://docs.google.com/file/d/0B5R3n6aDjK8_dlp1ZEZTNTFlSUU/edit

PANCA YAMA BRATHA

PANCA YAMA BRATA



   Panca yang berarti lima pengendalian diri dengan perbuatan untuk mencapai kesempurnaan rohani dan kesucian batin. adapun bagian Panca Yama Bratha adalah:

1: AHIMSA
     Ahimsa brasal dari 2 kata yaitu "A" yang artinya TIDAK dan "HIMSA" artinya menyakiti,menyiksa dan membunuh jadi Ahimsa berarti tidak menyakiti, menyiksa dan membunuh mahkluk lain dengan sewenang wenang.


2: BRAHMACARI
     Brahma cari adalah tingkah laku manusia tentang ketuhanan dan kesucian.
BRAHMACARI digolongkan menjadi tiga bagian yaitu:
- SUKLA BRAHMA CARI: orang yang tidak pernah kawain/menikah semasa hidupnya sampai ia meninggal dunia. 
- SWALA BRAHMACARI: orang yang kawin/menikah hanya menikah sekali dalam masa hidupnya sampai ia meninggal nantinya.
- TRESNA BRAHMACARI: orang yang kawin/menikah lebih dari sekali. dengan ada ketentuan maksimal kawin/menikah hanya 4(empat) kali semasa hidupnya. 

3: SATYA

    Satya adalah setia,benar dan jujur. satya mempunyai 5 bagian yaitu
- SATYA WACANA artinya setia,jujur dan bertanggung jawab dengan kata-kata.

- SATYA HERDAYA artinya setia pada kata hati.
- SATYA LAKSANA artinya setia dan bertanggung jawab terhadap perbuatan.
- SATYA MITRA artinya setia terhadap teman.
- SATYA SEMAYA artinya setia terhadap janji.

4: AWYAWAHARA/AWYAWAHARIKA

   Awyawahara/awyawaharika yaitu tidak terikat dengan urusan dan hubungan keduniawian.

5: ASETYA

    Asetya yaitu tidak mencuri dan melakukan hal hal bersifat negatif terhadap orang lain.
   

TRI KAYA PARISUDHA

TRI KAYA PARISUDHA


Pengertian Tri Kaya Parisudha

Tri artinya “TIGA”, kaya artinya Karya atau perbuatan sedangkan parisudha artinya penyucian.
Jadi tri kaya parisudha berarti tiga perbuatan atau prilaku yang harus di sucikan. Yang dimana TRI KAYA PARISUDHA ini sangat berpengaruh di dalam kita menjalani hidup sebagai umat manusia.
Adapun bagian - bagian dari trikaya parisudha aadalah sebagai berikut:

1.       MANACIKA
2.       WACIKA
3.       Kayika

Adapun jabaran/arti  dari bagian tri kaya parisudha yaitu:

-          Manacika
Yang berarti berpikir suci atau berpikir yang benar. Karena pikiran yang mengundang sifat dan seluruh organ tubuh untuk melakukan sesuatu. Maka ada baiknya jika pikiran kita selalu bersih dan tselalu berpikir positif

-          Wacika
Yang berarti berkata yang benar. maka baiknyalah kita di dalam kehidupan sehari – hari sebaiknya berkata yang benar ,tidak menyingguang ataupun menghina dan mencaci orang lain.

-          Kayika
Yang berarti perbuatan atau prilaku suci atau berprilaku yang benar, dimana perbuatan kita dalam kehidupan sehari-hari sangat berpengaruh di dalam diri manusia. Maka sebaiknyalah kita berprilaku yang baik demi terciptanya hubungan yang harmonis antara sesama manusia.


Dari ketiga unsure tri kaya parisudha ini saling memiliki keterikatan yaitu dmana jika kita sebagai umat manusia sudah berfikir yang benar/suci maka terciptalah perkataan yang suci pula dan bila perkataan sudah benar maka perbuatan kitapun pasti akan benar pula.

ASTANGGA YOGA

Pengertian dan Bagian - Bagian Astangga Yoga

Astangga Yoga yaitu Delapan sikap yang harus dilaksanakan dalam melakukan yoga/meditasi yang diajarkan oleh Bagawan Patanjali.

1. Yama, yaitu pengendalian diri tahap pertama dalam penahanan terhadap keinginan atas nafsu.

2. Nyama, yaitu pengendalian diri tahap lanjut dengan memupuk kebiasaan-kebiasaan yang baik.

3. Asana, yaitu mengatur sikap badan apakah duduk, berdiri atau yang lainnya dengan disiplin.

4. Pranayama, yaitu sikap mengatur nafas dengan melalui tiga tahapan, yakni menarik nafas (puraka), menahan nafas (kumbaka), dan mengeluarkan nafas (recaka), yang semuanya dilakukan secara teratur.

5. Pratyahara, yaitu sikap memusatkan indriya dengan mengontrol dan mengendalikan sehingga dapat diarahkan ke hal-hal kesucian.

6. Dhrana, yaitu sikap pemusatan pikiran dengan berusaha menyatukan pikiran dengan Sang Hyang Widhi (Tuhan).

7. Dhyana, yaitu pemusatan pikiran yang terpusat yang tingkatannya lebih tinggi dari Dharma.

8. Semadi, yaitu Meditasi tingkat tinggi/penunggalan Atma dengan Brahman (Sang Hyang Widhi)

SAD RIPU (Enam Musuh Dalam Diri Manusia)

Pengertian SAD RIPU


 SAD RIPU berasal dari kata SAD yang berarti enam dan RIPU yang berarti musuh.
Jadi Sad Ripu berarti enam musuh yang berada dalam diri manusia.
Bagian – bagian sad ripu meliputi :

1. kama : nafsu, keinginan
2. lobha : tamak, rakus
3. krodha : kemarahan
4. moha : kebingungan
5. mada : mabuk
6. matsarya : dengki, iri hati

Enam musuh ini memberikan pengaruh yang berbeda – beda, bila kita tidak dapat mengendalikanya maka akan jatuh ke dalam kesengsaraan. Oleh karena itu hendaknya kendalikanlah enam musuh yang ada dalam diri masing – masing.

Bagian - Bagian SAD RIPU :

1. kama : nafsu, keinginan
kama (nafsu,keinginan), Semua manusia memiliki nafsu atau keinginan. namun yang di maksud disini adalan keninginan atau hawa nafsu yang mengarah ke unsur negative. Dimana sebaiknya jika boleh meminta sebaiknyalah kita mempunyai nafsu dan keinginan berdasarkan unsure positif seperti bernafsu atau berkeinginan menjadi seorang doctor,pengusaha,polisi,presiden dsb. Namun pula disertai usaha di dalamnya dan berlandaskan ajaran dharma. Dan selanjutnya jika sudah memiliki keinginan yang bersifat positif maka yang harus di pertimbangkan adalah  ↓
2. Lobha : tamak, rakus
                Lobha  berarti tamak dan rakus. Tidak pernah puas dengan apa yang telah di anugrahkan hyang whidi kepada kita, selalu merasa kurang di dalam hidupnya.
 namun sebaliknya lobha dipakai dalam hal yang positif seperti LOBHA dengan ilmu pengetahuan dan dalam hal MEPUNIA/beramal.

3. Krodha : kemarahan
                Kroda yang berarti kemarahan sebaiknya perlu kita kendalikan dalam diri kita. Karena sering kali kemarahan akan mengakibatkan kerugian pada diri kita dan orang lain. bahkan bisa menimbulakan perkelahian. Sebaiknya amarah Kroda ini kita kendalikan di dalam diri kita.

4. Moha : kebingungan
                Yang dimaksud dalam kebingungan disini adalah. Kebingungan dalam berfikir yang mengakibatkan pikiran kita menjadi gelap sehinga tidak dapat berpikir jernih. Pada akhirnya hal hal yang menyimpang bisa kita lakukan.
5. Mada : mabuk
                Mada yang berarti mabuk ini sering kita jumpai di dalam kehidupan sehari hari akibatnya pikiran cepat kilat dan mengarah ke tindakan negative sering di jumpai pada orang yang mabuk. Sebaiknya hindari hal yang seperti ini.
6. Matsarya : dengki, iri hati
 
                Matsarya yang berrarti iri hati dan dengki sebaiknyalah patut kita hindari. Karena iri hati dan dengki membuat orang akan tidak pernah puas dengan apa yang sudah dimilikinya dan iri terhadap orang lain yang mempunyai sesuatu yang lebih daripada kita, akibatnya menimbulkan rasa ingin memusuhi, berniat jahat, bertengkar, sehingga merugikan orang lain.

PANCA SRADHA

PANCA SRADHA

Panca dapat diartikan lima,
Sradha dapat diartikan keimanan atau kepercayaan. 
Jadi Panca Sradha adalah lima dasar kepercayaan atau keyakinan Agama Hindu yang harus dipegang teguh dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat demi mencapai tujuan hidupnya di dunia dan sesudahnya.
Bagian-bagian Panca Sradha :
  • Percaya dengan adanya Ida Sang Hyang Widhi (Brahman)
  • Percaya dengan adanya Atma (Atman)
  • Percaya dengan adanya Karma Phala (Karmaphala)
  • Percaya dengan adanya Punarbhawa atau Samsara (Punarbhawa)
  • Percaya dengan adanya Moksa (Moksa)
Penjelasan Bagian Panca Sradha :
1. Brahman
Brahman adalah keyakinan atau kepercayaan tentang kebenaran adanya Ida Sang Hyang Widhi.
Keyakinan tentang kebenaran adanya Ida Sang Hyang Widhi dapat dilakukan melalui ajaran Tri Pramana yaitu Agama (Sabda) Pramana, Anumana Pramana, dan Pratyaksa Pramana.
Dalam ajaran Agama (Sabda) Pramana,seseorang meyakini keberadaan Tuhan melalui kesaksian atau sabda Beliau yang disampaikan melalui kitab suci Weda,yang dianugrahkan kepada para Maharsi, para Yogi dan para orang bijaksana.
Dalam Anumana Pramana, sesesorang meyakini keberadaan Tuhan melalui analisis yang logis dan sistematis terhadap apa yang ada di alam semesta ini,ajaran ini menekankan bahwa setiap yang ada di alam semesta ini beserta kejadian-kejadiannya adalah ciptaan dan kehendak Beliau,Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Sedangkan untuk Pratyaksa Pramana, seseorang meyakini keberadaan Tuhan karena seseorang tersebut dapat mengalami langsung, melihat Tuhan/ Manifestasinya tanpa media atau perantara. Hal ini dapat dialami bagi orang-orang yang memiliki tingkat kesucian yang tinggi,seperti para Maha Rsi.
Ajaran Widhi Sradha juga dapat diterapkan dalam ajaran Cadhu Sakti. Sang Hyang Widhi mempunyai empat sifat ke-Mahakuasaan yang disebut Cadhu Sakti yang terdiri dari :
1. Wibhu Sakti yaitu sifat Yang Maha Ada
2. Prabhu Sakti yaitu sifat Yang Maha Kuasa
3. Jnana Sakti yaitu sifat Yang Maha Tahu
4. Krya Sakti yaitu sifat Yang Maha Karya
Selain ajaran tersebut, keberadaan Sang Hyang Widhi juga dapat dijelaskan oleh keberadaan Dewa dan Awatara. Dewa dalam ajaran Hindu dapat diartikan sebagai sinar suci dari Sang Hyang Widhi, sedangkan Awatara dapat diartikan penjelmaan Tuhan/Dewa ke dunia dalam upaya untuk mencapai kemakmuran dan keselamatan dunia. Dalam kitab Reg Weda VIII. 57.2 dan kitab Brhadaranyaka Upanisad 111.9.1 dijelaskan bahwa seluruh Dewa itu berjumlah 33,menguasai Tri Bhuwana (Bhur,Bhuwah,Swah loka).Seluruh Dewa terdiri dari 8 Vasu (Astavasu), 11 Rudra (EkadasaRudra), 12 Aditya (Dwadasaditya),serta Indra dan Prajapati. Sedangkan untuk Awatara terdapat sepuluh awatara Wisnu yang terdiri dari : Matsya, Kurma, Waraha, Narasimha, Wamana, ParasuRama, Rama, Krishna,Buddha, dan Kalki Awatara.
Dalam ajaran Hindu, Brahman dapat diwujudkan dalam dua sifat yaitu Saguna Brahman (Apara Brahman) dan Nirguna Brahman (Para Brahman). Saguna Brahman adalah Tuhan Yang Maha Esa digambarkan sebagai pribadi dan dibayangkan dalam wujud yang Maha Agung oleh alam pikiran manusia secara empiris. Sedangkan Nirguna Brahman adalah Tuhan Yang Maha Esa dalam keadaan yang tidak terkondisikan dan tanpa sifat,tidak dapat dipikirkan karena ada di luar batas pikiran manusia.
Demikianlah beberapa pernyataan yang menekankan bahwa Ida Sang Hyang Widhi memang benar-benar ada dan kita sebagai umat Hindu wajib meyakini ajaran Widhi Sradha tersebut.
2. Atman
Atma Sradha adalah keyakinan tentang kebenaran adanya Atman. Dalam kitab Upanisad disebutkan bahwa “Brahman Atman Aikyam” yang artinya Brahman dan Atman itu adalah tunggal. Oleh karena itu, jelaslah Atma dapat diartikan percikan kecil dari Ida Sang Hyang Widhi yang ada di dalam setiap tubuh mahluk hidup. Ida Sang Hyang Widhi sebagai sumber dari atma itu maka Beliau disebut Parama Atma, dan sebagai intisari dari alam semesta ini disebut Adyatman.
a. Atma dan Roh
Dalam tubuh manusia percikan-percikan kecil dari Ida Sang Hyang Widhi disebut Atman,kalau Atma yang menghidupi hewan/binatang disebut   Janggama,sedangkan yang menghidupi tumbuhan disebut Sthawana. Jadi fungsi atma merupakan sumber hidup dari segala mahluk hidup.
Sifat-sifat atma :
  1. Antarjyotih = maha sempurna sesempurna-sempurnanya
  2. Achodya = tak terlukai oleh senjata
  3. Adahya = tak terbakar oleh api
  4. Akledya = tak terkeringkan oleh angin
  5. Acesyah = tak terbasahi oleh air
  6. Nitya = kekal abadi
  7. Sarwagatah = ada di mana – mana
  8. Sthanu = tak berpindah – pindah
  9. Acala = tak bergerak
  10. Sanatana = selalu dalam keadaan sama
  11. Awyakta = tak dilahirkan
  12. Achintya = tak terpikirkan
  13. Awikara = tak berubah -ubah
Roh diartikan sebagai suksma sarira atau badan halus yang membungkus jiwatman orang yang telah meninggal. Roh inilah yan nantinya akan mengalami Punarbhawa atau kelahiran yang berulang-ulang.
b. Tri Sarira
Tri Sarira artinya tiga lapisan badan. Yang terdiri dari :
-         Stula Sarira (badan kasar)
Stula Sarira terdiri dari unsur-unsur Panca Maha Bhuta yaitu
  • Akasa : ether
  • Bayu : nafas
  • Teja : panas badan, cahaya badan, cahaya mata
  • Apah : darah, lemak, kelenjar-kelenjar air badan
  • Pertiwi : daging, tulang belulang
Setelah meninggal unsur-unsur Panca Maha Bhuta akan berubah menjadi unsur-unsur Panca Tan Matra yakni :
  • Sabda Tan Matra : benih suara asal mula dari Akasa
  • Sparsa Tan Matra : benih rasa sentuhan asal mula dari Bayu
  • Rupa Tan Matra : benih penglihatan asal mula dari Teja
  • Rasa Tan Matra : benih rasa asal mula dari Apah
  • Gandha Tan Matra : benih penciuman asal mula dari Pertiwi
Watak manusia dibentuk oleh unsur Citta, Budhi dan Ahamkara dan indera manusia dibentuk oleh unsur Daseindria.
-         Suksma Sarira (badan halus/ roh)
Pada saat kita masih hidup atau sedang bermimpi yang merasakan segala perasaan sakit,sedih, senang ataupun gembira adalah badan halus ini.
-         Antakarana Sarira (badan penyebab)
Badan inilah yang dapat menyebabkan kita bisa beraktivitas, jadi bisa dikatakan bahwa Antakarana Sarira ini adalah jiwatman. Oleh karena itu jiwatman berfungsi sebagai sumber hidup.
Dari penjabaran di atas bahwa keberadaan atman memang benar adanya, manusia dan mahluk hidup lainnya tak akan dapat hidup bila tidak ada atman yang ada di dalam dirinya.
3. Karma Phala
Karma Phala Sradha adalah keyakinan tentang kebenaran adanya karma phala atau hasil perbuatan. Setiap perbuatan baik (susila) atau perbuatan buruk (asusila) yang kita lakukan pastinya nanti akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan yang kita perbuat, perbuatan baik yang kita tanam maka hasil yang kita petik pun adalah hasil yang baik pula begitu juga sebaliknya. Karma phala inilah yang akan membawa roh kita setelah meninggal akan mendapatkan tempat yang bagaimana. Sang Hyang Yamadipati sebagai Dewa Dharma tentunya akan mengadili setiap manusia sesuai dengan perbuatannya selama masih hidup di dunia, apakah akan mendapat sorga atau neraka.
Tetapi sebagai umat Hindu tujuan kita yang utama adalah Moksa bukan sorga ataupun neraka, karena jika kita mendapat sorga atau neraka kita akan dilahirkan kembali di dunia tetapi jika kita bisa mencapai moksa kita akan mengalami kebahagiaan yang tertinggi karena atma kita telah bersatu dengan Brahman/ Ida Sang Hyang Widhi. Ada cara untuk membebaskan diri dari hukum karma yang terlalu mengikat diri kita oleh ikatan duniawi yaitu dengan cara mengubah perbuatan dan hasilnya menjadi yoga, mengubah perbuatan dan hasilnya menjadi yoga maksudnya segala perbutan dan hasil yang kita lakukan dan kita peroleh wajib dipersembahkan dahulu kepada Ida Sang Hyang Widhi,karena kita yakin semua yang ada dan akan ada berasal dari Ida Sang Hyang Widhi.
Pembagian Karma Phala :
1. Sancita Karma Phala yaitu phala dari perbuatan kita yang terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih merupakan benih-benih yang menentukan kehidupan kita yang sekarang
2. Prarabda Karma Phala yaitu phala dari perbuatan kita pada kehidupan ini tanpa ada sisanya
3. Kriyamana Karma Phala yaitu hasil perbuatan yang tidak sempat dinikmati pada saat berbuat sehingga harus diterima pada kehidupan yang akan datang
4. Punarbhawa
Punarbhawa Sradha adalah keyakinan tentang kebenaran adanya kelahiran yang berulang-ulang. Ditinjau dari katanya punar berarti musnah atau hilang, sedangkan bhawa berarti tumbuh atau lahir jadi punarbhawa berarti lahir berulang-ulang/reinkarnasi/penitisan kembali/ samsara.
Kelahiran ini disebabkan oleh karma di masa kelahiran yang lampau. Jangka pembatasan dari samsara tergantung dari perbuatan baik kita di masa lampau (atita), yang akan datang (nagata) dan yang sekarang (wartamana).Adapun Punarbhawa tersebut merupakan suatu penderitaan yang diakibatkan oleh karma wesana dari kehidupan kita yang silih berganti. Tetapi janganlah memandang punarbhawa tersebut adalah negatif, karena melalui punarbhawa lah kita akan memperbaiki diri demi tercapainya tujuan kesempunaan hidup yang kita inginkan.
5. Moksa
Moksa Sradha adalah keyakinan tentang kebenaran adanya moksa. Moksa berasal dari bahasa Sansekerta  yaitu muks yang artinya bebas dari ikatan duniawi dimana jiwatman telah bebas dari siklus kelahiran dan kematian. Moksa inilah yang menjadi tujuan terakhir bagi umat Hindu. Moksa dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu :
  1. Samipya : suatu kebebasan yang dicapai oleh seseorang semasa hidupnya di dunia
  2. Sarupya (Sadharmya) : suatu kebebasan yang di dapat oleh sesesorang di dunia ini, karena kelahirannya, dimana kedududkan Atman merupakan suatu pancaran dari ke-Maha Kuasaan Tuhan
  3. Salokya : suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh Atman, di mana Atman itu sendiri telah mencapai kesadaran yang sama dengan Tuhan.
  4. Sayujya : suatu tingkatan kebebasan yang tertinggi, di mana Atman telah benar-benar bersatu dengan Brahman
Istilah lain yang digunakan untuk mendefinisikan tingkatan moksa yaitu:
  1. Jiwa Mukti : suatu kebebasan yang dicapai oleh seseorang semasa hidupnya di dunia,dimana atman tidak terpengaruh lagi oleh unsur-unsur maya. Jiwa mukti sama sifatnya dengan samipya dan sarupya.
  2. Wideha Mukti (karma mukti) : suatu kebebasan yang dapat dicapai semasa hidup, dimana Atman telah dapat meninggalkan badan kasar, dan kesadarannya setaraf dengan Dewa, tetapi belum benar-benar bersatu dengan Tuhan karena masih ada sedikit imbas dari unsur maya yang mengikatnya. Wideha Mukti sama sifatnya dengan Salokya
  3. Purna Mukti : kebebasan yang paling sempurna dan yang paling tertinggi, dimana Atman telah bersatu dengan Tuhan. Purna Mukti sama dengan Sayujya.
Jalan menuju moksa :
Catur marga artinya empat jalan atau cara untuk menghubungkan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa yaitu :
  1. Bhakti Marga
Bhakti marga adalah suatu cara atau jalan untuk menghubungkan diri dengan Ida Sang Hyang Widhi , beserta manifestasinya, dengan cara sujud bhakti, menyucikan pikiran,  mengagungkan kebesaran-Nya dan menghindari diri dari segala perbuatan tercela. Bhakti dibagi atas dua tingkat, yaitu :
a. Apara bhakti
b. Para bhakti
Apara bhakti ialah cinta kasih yang perwujudannya masih lebih rendah dan dipraktekkan oleh mereka yang belum mempunyai tingkat kesucian yang tinggi .
Para bhakti ialah cinta kasih dalam perwujudannya yang lebih tinggi dan bisa dipraktekkan oleh orang yang jnananya tinggi dan kesuciannya sudah meningkat .
Bhakti marga adalah berupa penyerahan diri secara bulat kepada Ida Sang Hyang Widhi dengan perasaan cinta kasih dan ketulusan. Istilah untuk orang yang melaksanakan ajaran Bhakti marga adalah Bhakta.
2. Karma Marga
Karma marga adalah cara/jalan untuk mencapai moksa dengan cara pengabdian atau kerja tanpa pamrih. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap manusia yang hidup di dunia ini dan yang ingin mencapai suatu kebebasan yang tertinggi, manusia tersebut seharusnya melakukan kegiatan/kerja yang didasari dengan perasaan tulus ikhlas tanpa mengikatkan diri pada hasilnya. Istrilah untuk orang yang melaksanakan ajaran Karma marga adalah Karmin.
3. Jnana Marga
Jnana marga adalah cara/jalan untuk mencapai moksa dengan ilmu pengetahuan, unsur kebijaksanaan sangat ditekankan dalam ajaran ini. Seseorang yang menganut ajaran jnana marga harus dapat membedakan mana sebaiknya yang harus dipikirkan demi tercapainya suatu kekekalan yang abadi (moksa). Istilah untuk orang yang menganut ajaran Jnana marga dapat pula disebut Jnanin.
4. Raja marga
Raja marga adalah cara/jalan untuk mencapai moksa dengan jalan melakukan tahapan-tahapan astangga yoga yang intinya adalah pengendalian diri dan pikiran secara berkelanjutan. Delapan tahapan yang harus dilalui dalam melakukan yoga/meditasi yang diajarkan oleh Bhagawan Patanjali yang lebih dikenal Astangga Yoga terdiri dari :
  • Yama         : pengendalian diri tahap pertama
  • Nyama       : pengendalian diri tahap lanjut
  • Asana        : mengatur sikap badan
  • Pranayama  : sikap mengatur nafas
  • Pratyahara   : sikap pemusatan indria
  • Dharana     : sikap pemusatan pikiran
  • Dhyana      : sikap pemusatan pikiran yang terpusat
  • Semadi       : meditasi tahap tinggi/penunggalan Atman dengan   Brahman
Selain empat jalan tersebut terdapat empat tujuan hidup yang dijalankan oleh ajaran Hindu yang diberi istilah Catur Purusa Artha yaitu Dharma, Artha, Kama,dan Moksa. Selain menjadi tujuan, Catur Purusa Artha merupakan cara/jalan untuk mencapai moksa itu sendiri.
Moksa juga dapat dibedakan lagi menjadi tiga jenis, menurut kebebasan yang dicapai oleh Atma yakni :
  1. Moksa yaitu kebebasan yang dicapai oleh seseorang tetapi masih meninggalkan bekas berupa badan kasar
  2. Adi moksa yaitu kebebasan yang dicapai oleh seseorang dengan meninggalkan bekas berupa abu
  3. Parama moksa yaitu kebebasan yang dicapai oleh seseorang tanpa meninggalkan bekas
Dari penerangan di atas, diterangkan bahwa moksa dan cara untuk mencapai moksa itu adalah benar keberadaannya. Kita sebagai umat Hindu wajib mempercayainya karena itu merupakan tujuan hidup kita yang terakhir.