Translate

Minggu, 28 Februari 2016

Ajaran Paham Waisnawa dalam Siwa Sidhanta


         Siwa Sidhanta yang berkembang di Bali saat ini merupakan hasil sejarah pra hindu, Hindu dan post Hindu di daerah Bali sendiri. Walaupun Siwa sidhanta lebih mengutamakan pemujaan terhadap Siwa, juga merangkul lokal jenius kebudayaan Bali dan sekte-sekte yang pernah berkembang di Bali, dimana salah satu sekte tersebut adalah waisnawa. Dalam penerapan ajaran agama Hindu di Indonesia khususnya di Bali sekarang ada banyak hal yang mencirikan ajaran waisnawa. Adapun ajaran waisnawa yang masih bisa dilihat dalam Siwa sidhanta saat ini seperti : tempat suci, orang suci, hari suci, dan upacara.
        Sebagaimana diketahui, di masa silam di Bali terdapat banyak sekte: Saiwa, Ganapatya, Sora (Surya), Brahmana, Sakta, Pasupata, Waisnawa, dan lainnya. Kemudian setelah kedatangan Mpu Kuturan, semua sekte di Bali dilebur menjadi sistem pemujaan Tri Murti dengan ciri khas Kahyangan Tiga: Pura Puseh sebagai tempat pemujaan Dewa Wisnu, Pura Desa sebagai tempat memuja Dewa Brahma dan Pura Dalem sebagai tempat memuja Dewa Siwa.
        Kahyangan Tiga ini ada di setiap Desa Pakraman, baik dalam bentuk pura atau tempat suci, tiga dewa utama itu yang disembah sebagai manifestasi Tuhan dalam fungsi sebagai pencipta, pemelihara dan perehabilitasi, namun dalam praktik ritual dan pemujaan berbagai figur ista dewata (dewa yang dimuliakan) masing-masing sekte semuanya dipuja. Sebutlah menyembah Dewa Surya dalam acara kramaning sembah atau Nyurya Sewana para sulinggih setiap pagi. Demikian juga Ganesha dipuja dalam upacara pecaruan sebagai dewa penghancur semua halangan. Tapi dalam ritual yang berwarna praktik tantrik rupanya yang dominan adalah pengaruh faham Sakti, utamanya Bhima Bhairawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar