Ada beberapa sumber ajaran Siva Siddhanta di India yaitu Veda, Saiva Agamas, serta sumber
tertulis lainnya yang digunakan (Subagiasta, 2002:43). Jadi selain sumber
tersebut bahwa da juga sumber yang penting lainnya berupa agamas, puranas, ithiasa, upanisad, yoga dan sebagainya.
Saiva
Siddhanta merupakan filsafat dari Saivaisme
bagian selatan yang bersumber tidak dari penyusun tunggal, yang merupakan
jalan tengah adwaita-nya Sankara dan Wasista-advaita-nya Ramanuja. Kepustakaannya terutama terdiri dari:
1.
28 buah tentang Saiwita Agama.
2.
Kumpulan dari puji-pujian Saiwaita yang dikenal sebagai Trimurti.
3.
Kumpulan tentang kehidupan
orang-orang suci Saiwita, yang
dikenal sebagai periyapurana.
4. Siwajnanabodhamnya
Meykandar.
5.
Siwajnanasiddhiyar-nya Arulandi
6. Karya-karya dari Umapati (Subagiasta,
2006:29).
Ajarannya :
Ajaran pokok dari filsafat Saiva Siddhanta yaitu bahwa Siwa merupakan realitas tertinggi dan
jiwa atau roh pribadi adalah intisari yang sama dengan Siwa, tetapi tidak identik. Pati
(Tuhan), Pasu (roh) dan Pasa (pengikat) dan 36 tattwa atau
prinsip yang menyusun alam semesta, kesemuanya nyata (Subagiasta, 2006:30).
Siwa merupakan ciri realitas
tertinggi, merupakan kesadaran yang tak terbatas, yang abadi, tanpa perubahan,
tanpa wujud, merdeka maha kuasa, ada dimana-mana, maha tahu, tanpa awal, tanpa
penyebab, selalu bebas, selalu murni dan sempurna. Ia tidak dibatasi oleh waktu
yang merupakan kebahagian dan kecerdasan yang tak terbatas, bebas dari cacat,
maha pelaku, dan maha mengetahui. Lima kegiatan Tuhan (Panca Krtya) adalah : srsti (penciptaan),
sthiti (pemeliharaan), samhara (penghancuran), tirobhawa (menutupi) dan anugraha (karunia), yang secara terpisah
dianggap sebagai kegiatan dari Brahma,
Wisnu, Rudra, Maheswara, dan Sadasiwa.
Tempat Pemujaannya :
Tempat pemujaan umat Hindu di India
termasuk bagi pengikut Saiwa Siddhanta
dinamakan dengan Mandir. Istilah laninya bisa disebut dengan Dewalaya. Sebagai sentra pemujaan Siwa
di India jika di daerah Uttra Pradesh dinamai kota Kasi. Para umat pada umumnya
mengatakan dengan nama kita Siva. Oleh karena disana para umat Hindu memuja
Bhatara Siwa, maka nama Mandirnya yaitu Visvanath Mandir. Ada juga trerdapat tempat
suci yang sangat megah untuk pemujan Dewa Siwa yakni Golden Temple yang
terletak di tengah-tengah kota Benares di dekat sungai Gangga.
Dalam praktek kehidupan beragama Hindu
bahwa pada setiap rumah tangga juga terdapat untuk pemujaan Dewa Siwa berupa
altar atau sejenis pelangkiran bagi umat Hindu di Bali. Pada masing-masing
altar itu juga disediakan tempat khusus untuk menempatkan sesaji, sarana
pemujaan dan hal lain yang diperlukan. Umumnya disiapkan ruangan khusus yang
memang disucikan (Subagiasta, 2006:30-31).
Penerapan Saiva Siddhanta di India :
Penerapan Saiva Siddhanta di India dapat
dilihat dalam praktek nyata kehidupan beragama Hindu di India secara
sosiologisnya nampak dengan jelas. Kemudian pada religiusnya terlihat dalam
praktek pemujaan (upasana atau puja), yang paling rutin dilaksanakan
yaitu di suatu Mandir, baik di tingkat perseorangan maupun di tingkat komunal.
Ada dua cara penerapannya yaitu dengan cara sarana,
sadhana, material, upakara, banten/bali, atau simbol-simbol tertentu yang
dinamai pratika atau saguna upasana.
Sedangkan cara penerapan yang lainnya adalah ahamgraha upasana atau nirguna
upasana. Cara ini dilakukan dengan cara meditasi pada patung, arca,
pratima, gambar/citra, dewa-dewi, aksara atau hal yang dapat meningkatkan
kualitas meditasi menuju spiritual yang paramaartha serta paramisa.
Penerapan
agama Hindu di India ada yang dinamai sepuluh samskara meliputi: Garbhadana
samskara (mensucikan kegiatan penciptaan), Pumsavana samskara (ucapan mantra-mantra kandungan berumur bulan
ketiga bagi anak), Simantonnayana
samskara (pengucapan mantra weda pada saat kandungan berumur tujuh bulan), Jatakarma samskara (upacara segera
kelahiran anak), Namakarana samskara
(upacara pemberian nama anak), Annaprasana
samskara (pemberian makanan pertama kali saat berumur enam bulan), Cudakarana samskara (upacara pencukuran
rambut pertama kali bagi anak), Upanayana
samskara (upacara mendekatkan anak untuk belajar pada gurunya), Samavartana samskara (upacara mengakhiri
masa belajar agama atau weda), dan Vivaha
samskara (upacara perkawinan atau masa berumah tangga). Penerapan Saiva Siddhanta
di Bali hamipr sama dengan di India seperti konsep Panca Yadnya untuk Homa untuk Dewa Yadnya, tarpana atau srddha untuk pitra yadnya, belajar weda atau brama untuk resi yadnya, bali untuk Bhuta Yadnya, dan penghormatan atau
keramahtamahan untuk Manusa Yajnya (Subagiasta,
2006:31-33).
Pengikutnya :
Pengikut dari Siva Siddhanta pada
umumnya adalah para bhakta Siva.
Terutama umat Hindu di berbagai pelosok di negara bagian India. Pengikut
lainnya adalah para Brahmana dan Tamil Nadu. Di Tamil Nadu sebutan
pengikut Siva Siddhanta dinamai Gurukkal.
Ada juga dinamai pengikut dalam sebutan dasnama
sannyasin, tetapi pengikut ini tidak semua pemuja dan pengikut Siwa. Ada sebagaian yang memuja visnu atau dari paksa vaisnawa. Sisanya lagi dari para bhakta yang ada di India. Jadi yang dinamai dasanama sannyasin itu adalah para bhakta atau umat Hindu India
yang memiliki kepercayaan yang sangat kuat baik terhadap Dewa Siwa, sebagian
lagi kepada Dewa Visnu, pemuja Rama, pemuja Anomana, serta pemuja lainnya sesuai
ista dewata dalam agama hindu (Subagiasta, 2006: 33-35).
Hari Sucinya :
Di
Indonesia dan juga di Bali bahwa perayaan suci agama Hindu nampak ada persamaan
dan sedikit perbedaan. Ada yang sama dalam sebutan perayaan sucinya seperti :
perayaan Siwaratri, perayaan Saraswati, Purnima atau Purnama, Amavasya atau Tilem. Cara yang lazim dilakukan ada
saat perayaan suci adalah dengan melakukan upawasa
selama sehari penuh bahkan lebih dari sehari bhakta yang telah mampu melaksanakannya. Setiap perayaan suci
diikuti dengan upawasa tersebut.
Bilamana pada saat Siwaratri dan Maha Siwaratri yang dipuja adalah Dewa Siwa. Pada saat itu para bhakta
melakukan pemujaan kehadapan Dewa Siwa. Kalau di India perayaan Siwaratri dilakukan sekitar bulan kapitu
atau dinamai Sasi Marga sekitar bulan
Januari dan Februari pada setiap tahunnya.Saat itulah umat hindu datang
ketempat suci seperti mandir, ada
yang ke campuan yakni tempat suci
berupa pertemuan sungai . Disanalah umat Hindu atau pengikut Siva Siddhanta
melakukan penyucian diri (kalau di Bali melukat,
mesiram, melasti). Tempat suci sangam
merupakan pertemuan dari tiga sungai suci Hindu yang bernama sungai Gangga, sungai Yamuna, dan sungai Saraswati,
jadi ketiga sungai suci itu dinamai triveni
atau trinadhi.
Hari
suci yang lainnya lagi adalah pemujaan kehadapan sakti Siwa yang dinamai Durga Puja yakni hari suci untuk memuja
Dewi Durga sebagai ibu suci dan ibu niskala yang memberikan kekuatan lahir
batin terhadap umat Hindu. Dalam tradisi india ada yang disebut nawaratripuja yaitu pemujaan selama
Sembilan hatri sembilan malam terhadap Dewa Siwa dan Dewi Durga. Praktek
pemujaannya adalah dengan vrata/brata, yang
dalam bahasa Hindinya dinamai ‘bret’ artinya
tidak makan dalam kurun waktu yang diingini oleh para bhakta (Subagiasta, 2006:35-38).
Orang Sucinya :
Orang
suci umat Hindu yang ada di India ada yang dinamai pandit. Kata pandit (bahasa
Hindi) sedangkan dalam bahasa Sansekerta disebut pandita. Kalau di Indonesia disebut “Pendeta” yakni orang suci yang
memimpin suatu upacara keagamaan Hindu. Tidak saja itu juga diagama non Hindu
juga menamai ‘Pendeta’. Dalam kenyataan masyarakat Hindu di Bharatiya bahwa peran orang suci adalah
sangat menentukan oleh kalangan Brahmin, maka
peran para orang suci sangat menentukan orang suci kalau di Bharatiya sangat dihormati dan disucikan
oleh umat Hindu. Terutama bagi pengikut Saiva
Siddhanta bahwa para pemuja Siva dan
bhakta Siva begitu berbakti kepada
orang suci. Sesuai kepercayaan umat Hindu yang bersumber
pada ajaran Veda bahwa orang suci Hindu ada dikenal dengan nama sapta resi. Ketujuh resi penerima wahyu yaitu Gratsamada,
Wiswamitra, Wamadewa, Atri, Bharadwaja, Wasistha, dan Maha Resi Kanwa.
Menurut
tradisi Hindu. Maharesi terbesar dan sangat banyak jasanya dalam menghimpun dan
mengkodifikasi Weda adalah Maharesi Wyasa.
Selain itu juga ada dinamai maharesi penyusun catur veda samitha yakni Maharesi
Paila (Pulaha) sebagai penyusun Rgweda
samitha, Maharesi Waisampayana
sebagai penyusun Yajurweda samitha, Maharesi Jamini sebagai penyusun Samaweda samitha, dan Maharesi Sumantu sebagai penyusun Atharwaweda samitha (Subagiasta,
2006:38-39).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar