Sumber Ajarannya :
Sebagian sumber ajaran dari pada Śiva
Siddhānta di Bali adalah bersumber pada ajaran Weda dan sumber suci dalam naskah tradisional. Sebagaimana
dijelaskan dalam buku Siwa Sasana ada dikelompokkan beberapa naskah tradisional
Bali. Kelompok yang dimaksud ada empat, yaitu :
1.
Kelompok weda, misalnya: weda
parikrama, weda sanggraha, surya sevana, siva pakarana.
2. Kelompok tattwa, meliputi: bhuana
kosa, bhuana sang ksepa, wrhaspati tattwa, siva gama, sivatattwapurana, gong
besi, purwa bumi kamulan, tantu panggelaran, usaha dewa, ganapati tattwa,
tattwa jnana, dan jnana sidhanta.
3. Kelompok ethica, adalah siva sasana, rsi sasana, wrti sesana, putra sesana dan
slokantara.
4. Kategori upakara agama, meliputi:
1) Upakara
Dewa Yadnya, antara lain: caturwedhya,
wrhaspattikalpa, dewatattwa, sundari gama.
2) Upakara
Pitra Yadnya, meliputi: yamatattwa,
empu lutuk aben, kramaning atiwatiwa, indik maligya, dan puteru pasaji.
3) Upacara Rsi Yadnya, antara lain: kramaning madiksa, yadnya samkara.
4) Upacara
Manusa Yadnya, meliputi: dharma
kahuripan, eka ratama, janmaprawerti, puja kala pati, puja kalib.
5) Upacara
Butha Yadnya, meliputi: eka dasa
rudra, panca wali krama, indik caru, puja pali-pali.
Ajarannya :
Tattwan
dan filsafat memiliki kesamaan makna, yakni sama-sama menekankan pada hakikat
dan kebenaran. Juga sama-sama mengkaji hal atau objek yang kongkrit serta
segala hakikat yang ada. Terkait dengan materi tattwam, bahwa ada beberapa sumber yang dijadikan dasar acuan
materinya.
Beberapa sumber lontar, seperti : Bhuwanan Kosa, Tattwa Jnana, Mahajnana,
Ganapatitattwa, Wrhaspatitattwa, Jnansiddhanta, dan beberapa puja bercorak
monism (Tim Penyusun , 1999 :1). Semua lontar diatas, adalah berisikan tentang
ajaran mengenai paham Siwaistis.
Bhuwana
Kosa terdiri atas beberapa bab dan empat ratus delapan puluh tujuh sloka.
Sumber teksnya bebrahasa Sangsekerta dalam bentuk sloka. Tahap penciptaan (utpeti)
oleh Bhatara Siwa, seperti : Bhatara Siwa, Purusa, Awyakta, Budhi,
Ahangkara, Pancatanmatra, Manah, Akasa, Bayu,Agni, Apah, dan Prthiwi. Sebaliknya proses peleburan (pralina) oleh Bhatara Siwa, meliputi : prthiwi,
apah, agni, bayu, akasa, pancatanmatra, ahangkara, budhi, awyakta, purusa,
dan kembali kehadapan Bhatara Siwa.
Sedangkan Wrhaspatitattwa terdiri atas tujuh puluh sloka yang berbahasa Sansekerta.
Dengan terjemahannya berbahasa kawi.
Isi utama dalam naskah ini adalah dialog antara Bhatara Siwa dengan Bhagawan
Wrhaspati mengenai cetana sebagai
unsur kesadaran dan acetana sebagai
unsur ketidaksadaran. Wrhaspati Tattwa
mengajarkan tentang Yoga, cetana telu
(Paramasiwa atau Nirguna Brahman, Sadasiwa, Siwatma Tattwa, maya, sakti, guna, swabhawa, aksara OM atau AUM, Saguna Brahman, atma,
catur iswarya, panca yama brata, panca niyama brata, dan astasiddhi.
Selanjutnya tentang Ganapati Tattwa berisikan ajaran agama
Hindu secara dialog dengan Dewa Siwa
dengan Sang Hyang Ganapati. Isi
naskah berbahasa Sangsekerta dan Jawa Kuna. Dalam pemujaan kepada Hyang Siwa digunakan empat aksara suci (caturdasaaksara), yakni : sang, bang, tang, ang, ing, nang, mang,
sing, wang, yang, ang, ung, mang, ong. Bagaimana proses penciptaan ini
menurut Ganapati Tattwa, yaitu : “
tentang hakikat alam semesta, dimana diciptakan oleh Panca Dewata dari unsur yang paling halus sampai dengan tingkatan
yang mempunyai wujud nyata” (Tim Penyusun, 1999:11). Setelah panca dewata ( Brahma, Wisnu, Rudra, Iswara, Sadasiwa) menciptakan pancatanmatra (gandha, rasa, rupa, sparsa, sabda tanmatra), kemudian tercipta panca maha butha (akasa=unsur suara, bayu=unsur
angin, teja= unsur matahari, bintang,
bulan, apah = unsur air, pertiwi=unsur bumi dan tanah). Demikian
sekilas isi Wrahaspatitattwa.
Adapun isi Sang Hyang Mahajnana adalah mengenai ajaran kelepasan yang bersifat
Siwaistis yakni memuliakan Hyang Siwa. Naskah ini terdiri atas
delapan puluh tujuh sloka dalam bahasa Sangsekerta yang terjemahannya dalam
bahasa Kawi. Inti dari ajaran Sang Hyang Mahajnana yaitu bagaimana mencapai
kelepasan dan bisa menyatu dengan Hyang Siwa. Ada tiga komponen utama yang
dibicarakan yakni purusa (unsur
kesadaran), pradhana (unsur
ketidaksadaran), dan atma (unsur
kebijaksanaan).
Jadi tujuan utama berbakti kepada Hyang Siwa adalah untuk dapat menyatu
dan mencapai tujuan hidup yang tertinggi yaitu moksa. Selanjutnya dalam Tattwajnana
mengandung ajaran ketuhanan hindu terutama memuliakan Hyang Siwa. Ajaran
Tattwajnana menguraikan dua unsur universal yakni cetana dan acetana. Unsur
cetana merupakan komponen kesadaran
yang disebut Siwatattwa dan unsur acetana merupakan unsur ketidaksadaran
yang dinamai Mayatattwa. Unsur cetana bersifat tutur (sadar) dan acetana bersifat tan patutur (lupa).
Unsur cetana atau Siwatattwa meliputi tiga komponen yakni Paramasiwatattwa (Bhatara
Siwameraga Niskala). Sadasiwatattwa
( Bhatara Siwa sudah tersentuh sarvajna, sarvakaryakarta, cadusakti, dan
jnanasakti) sehingga beliau disebut Bhatara
Jagatnhata, Bhatara Guru, dan sebutan yang lainnya, dan atmikatattwa (Bhatara Siwa, dalam keadaan
gaib atau utaprota, seperti api ada dalam kayu, atau sebagai Bhatara Dharma yang tanpa pilih kasih
bagai sinar matahari.
Pertemuan sadar dan tak sadar dinamai Purusapradhana, yang melahirkan citta dan guna (sattwa, rajas, tamas). Dari triguna dan citta lahir
buddhi, kemudian lahir ahangkara (ahangkara
waikerta, taijasa, dan bhutadi). Ahangkara
waikerta melahirkan manah dan dasendriya, taijasa melahirkan pancatanmatra serta pancamahabutha, dan bhutadi
saling membantu dalam proses pencintaan untuk mempertemukan pancamahabhuta sehingga melahirkan andhabhuwana, misalnya sapta loka atau alam atas dan sdapta patala atau alam bawah, sehingga Bhatara Siwa menyusup di alam ini maka
lahirlah ciptaan manusia. Untuk penyatuan atma dengan Bhatara Siwa maka ada jalan dinamai Prayogasandhi ( asana,
pranayama, pratyahara, dharana, dyana, tarka, dan samadhi). Kemudian Jnanasiddhanta merupakan naskah yang
berbahasa Sangsekerta dan Jawa Kuna yang terdiri atas dua puluh tujuh bab yang
inti ajarannya tentang kelepasan (moksa)
untuk menyatunya atma dengan pencipta (Hyang
Siwa). Manusia diciptakan oleh hyang siwa yang digambarkan seperti Omkara atau Pranava, yakni dada, lengan, kepala, dan rambut (ongkara, ardhacandra, vindu, nada),
sedang tubuh bagian dalam yakni paru-paru, limpah, jantung, empedu, ati (ongkara, ardhacandra, vindu, nada, matra).
Untuk mencapai kelepasan dapat ditempuh dengan enam jalan yoga yakni pratyahara, dhyana, pranayama, dharana,
taka, dan semadhi.
Dalam melaksanakan yoga, maka ia harus
mewujudkan atmalingga dalam dirinya. Atmalingga adalah mewujudkan Sang Hyang Ongkara dan Tri Aksara dalam diri berstana dalam
batin. Dalam meditasi ada tujuh yang harus diperhatikan yaitu :
1. Semua tingkah laku dipusatkan pada Bhatara Siwa.
2. Batin dipusatkan pada Bhatara Siwa.
3.
Pendengaran dipusatkan pada Bhatara Siwa.
4.
Pengelihatan dipusatkan pada Bhatara Siwa.
5.
Kata-kata dipusatkan pada Bhatara Siwa.
6.
Jadikan kedipan mata itu kepada Bhatara Siwa.
7.
Jadikanlah Bhatara Siwa sebagai nafasmu.
Ketujuh pemusatan pikiran ini disebut Sapta bddhyanggamarga (Tim Penyusun,
2000: 24). Kemudian ada tiga jalan utama saat peleburan, yaitu melalui
ubun-ubun (nistha), melalui hidung (madhya), dan melalui mulut (uttama). Ketiga jalan itulah menuju
kelepasan atau moksa.
Dalam ajaran yoga ada dikenal dengan
delapan tahap penting dalam bertata susila atau pengendalian diri. Kedelapan
tahapan itu dinamai Astanggayoga.
Adapun bagiannya yaitu :
1. Yama
iyalah pengendalian diri tahap pertama. Yaitu :
1) Ahimsa
artinya tidak membunuh-bunuh.
2) Satya artinya setia, benar.
3) Asteya artinya tidak mencuri.
4) Brahmacari artinya pantang hubungan
kelamin.
5. Aparigraha artinya tidak menerima, tidak
loba (ibid, 50).
2.
Nyama
iyalah pengendalian diri lebih lanjut. Pengendalian diri tahap kedua, antara
lain :
1) Sauca artinya suci lahir batin.
2) Santosa artinya kepuasan.
3) Tapa artinya pengekangan diri.
4) Swadhayaya artinya belajar
5) Iswarapranidhana artinya bhakti kepada
Tuhan (ibid, 54).
3.
Asana
iyalah sikap duduk. dalam tahap asana diperlukan adanya sikap yang baik dan
tenang seperti : padmasana, wajrasana,
swastikasana, sukhasana, silasana,
4.
Pranayama
ialah pengendalian prana. dalam tahap Pranayama
atau teknik pengaturan nafas/ pengendalian prana, dibedakan dalam tiga cara
yakni puraka artinya menarik atau
memasukkan nafas yang bersih, kumbaka yaitu
menahan nafas, dan recaka mengeluarkan nafas yang kotor.
5. Pratyahara
ialah penarikan pikiran dari objeknya. pratyahara
yakni penarikan pikiran dari objeknya, yang harapannya agar pikiran tidak
kacau. Pikiran perlu tenang dan nyaman
6.
Dharana
ialah pemusatan pikiran. Setelah ketenangan pikiran muncul dan pikiran tertuju pada satu objek, maka
pikiran selanjutnya untuk dipusatkan sesuai sasaran yang dituju (Dharana).
7.
Dhyana
ialah meditasi. Bilamana hal ini telah dilakukan, maka dilanjutkan dengan
dhyana yaitu melakukan meditasi, sehingga tahapan yang terakhir adalah dapat
dilaksanakan samadhi
8.
Samadhi
ialah luluhnya pikiran dengan atma
(Sura, 1985:49)
Tempat Pemujaannya :
Tempat pemujaan atau tempat suci umat
Hindu Indonesia disebut Pura. Sering pula umat Hindu menyebutnya dengan nama Kahyangan atau Parahyangan Pura berasal dari bahasa Sansekerta (Pur) artinya
benteng, kota, tempat yang dikelilingi oleh tembok. Pura adalah tempat suci
untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi wasa/
Tuhan Yang Maha Esa atau para Dewa sebagai manifestasi Tuhan. Dalam hal ini
dinamai pula Dewalaya atau Mandiram (bahasa Sansekerta) dan juga
dinamai Mandir (bahasa Hindi). Tempat
suci dapat digolongkan berdasarkan karakternya yaitu, a) pura keluarga, b)pura
teritorial, c) pura fungsional, dan pura umum. Palemahan pura umumnya terdiri dari tiga yaitu jeroan (utama mandala) melambangkan alam atas (swah loka), jaba tengah (madhyana mandala) melambangkan alam
tengah (bhwah loka), dan jaba sisi (kanista mandala) yang melambangkan alam
bawah (bhur loka).
Adapun tempat pemujaan bagi umat
Hindu, antara lain :
1.
Pura Keluarga adalah pura yang khusus
bagi umat Hindu yang masih ada ikatan satu keluarga atau wit. Pura Keluarga
juga dinamai Pura Kawitan, Pamerajan,
Dadia, Panit, Ibu, Padarman, dan lain-lainnya. Bertempat di Pura Keluarga
bahwa umat Hindu memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta roh suci leluhur atau
atma sidha dewata. Pelinggih uatama
pada Pura Keluarga biasanya berupa Gedong,
Pelinggih Rong Tiga, atau ada pula berupa Meru serta Pelinggih
Padmasana.
2.
Pura Teritorial yang dimaksudkan
adalah Pura Kahyangan Desa. Jenis
pura ini juga dinamai Tri Kahyangan
atau Kahyangan Tiga. nama-nama Pura Kahyangan Tiga adalah a) Pura Baleagung sebagai tempat memuja
Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Dewa
Brahma (Pencipta/Utpatti), b) Pura
Puseh sebagai tempat memuja Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Dewa Wisnu (Pemelihara/Sthiti), c) Pura Dalem sebagai tempat memuja Hyang
Widhi dalam manifestasi-Nya sebagai Dewa
Siwa (Mengembalikan ke asalnya/ Pralina).
3.
Pura Fungsional merupakan tempat suci
dalam kaitannya dengan kekaryaan umat Hindu, Pura ini juga dinamai Pura
Swagina. Jenis pura fungsional, seperti Pura
Subak merupakan tempat suci umat Hindu yang memiliki ikatan kerja dalam
pertanian. Pura Subak juga dinamai Pura
Bedugul atau Ulun Suwi atau Pura Ulun Subak. Kalau kaitannya dengan
ikatan profesi bagi para pedagang disekitar pasar atau di tempat tertentu untuk
berjualan disebut Pura Melanting.
Keempat, Pura Umum, Pura Umum adalah pura yang tergolong kahyangan jagat
sebagai tempat memuja Ida Sang Hyang
Widhi Wasa serta segenap manifestasi-Nya. Yang tergolong sebagai Pura Umum
adalah Pura Sad Kahyangan Jagat, Pura Dang Kahyangan Jagat, Pura Jagatnatha di sekitar perkotaan
maupun pura yang dibangun di wilayah Indonesia yang dapat dijadikan tempat
sembahyang oleh umat Hindu.
Kalau di Bali bahwa Pura Kahyangan Jagat diklasifikasikan berdasarkan atas :
1.
Konsep rwa bhinneda yaitu Pura Besakih
sebagai Purusa dan Pura Batur sebagai unsur Pradhana.
2. Kalau berdasarkan konsep Cadu Sakti atau Caturlokapala
(empat penjuru mata angin) maka yang tergolong Pura Kahyangan Jagat adalah Pura
Lempuyang di arah timur (Purwa)
sebagai tempat memuja Dewa Iswara, Pura Andakasa diarah selatan (Daksina) sebagai tempat memuja Dewa Brahma, Pura Batukaru di arah barat (Pascima)
sebagai tempat memuja Dewa Mahadewa,
dan Pura Batur diarah utara (Uttara) sebagai tempat memuja Dewa Wisnu.
3. Berdasarkan konsep sadwinayaka, yang tergolong pura umum yaitu Kahyangan Gunung Agung (Pura Besakih) di daerah Kab. Karangasem, Kahyangan Lempuyang Luhur juga didaerah
Kab. Karangasem, Kahyangan Goa Lawah
di daerah Kabupaten Klungkung, Kahyangan
Uluwatu di daerah Kab. Badung, Kahyangan
Batukaru di daerah Kab. Tabanan, dan Kahyangan
Pusering Tasik/ Pusering Jagat didaerah Kab. Gianyar (Subagiasta, 2006 :
52-55)
Penerapan Saiva Siddhanta di Bali :
Penerapan
Saiva Siddhanta di Bali lebih banyak
yang nampak melalui pelaksanaan upacara agama hindu yang dikelompokkan ke dalam
lima bagian besar yang dinamai panca
yajna, yakni : pertama, Dewa Yajna
yakni persembahan kepada Tuhang Hyang Maha Esa beserta dengan semua
manifestasi-Nya, dengan pelaksanaan upacara agama berupa piodalan di pura, persembahyangan, perayaan hari suci agama Hindu
seperti : Saraswati, Pagerwesi, Galungan,
Kuningan, Siwaratri, Nyepi, Purnama, Tilem, dan sebagainya; kedua, Manusa Yajna yakni persembahan kehadapan
manusia yang dimulai sejak dalam kandungan sampai menjelang meninggal dengan
berbagai jenis upacaranya bertujuan untuk melakukan penyucian diri serta
peningkatan kualitas hidup manusia, yang pelaksanaannya dengan melakukan
penghormatan terhadap sesama manusia, melakukan upacara agama seperti upacara megedong-gedongan, dapetan, tutug kambuhan,
telu bulanan, ngotonin, ngeraja wala, matatah, mavivaha, pawintenan dan
sebagainya; ketiga, Pitra Yajna yaitu
persembahan kehadapan para pitara-pitara guna mendapatkan kerahayuan hidup di
dunia ini dan di akhirat, cara pelaksanaannya dengan melakukan penghormatan
kepada orang tua, berbakti kepada orang tua, melakukan upacara pitra yajna, dan lain-lainnya; keempat, Resi Yajna yakni persembahan kehadapan
para orang suci, para resi yang telah berjasa dalam pembinaan, pengembangan,
serta menuntun umat, yang pelaksanaannya dengan mentaati ajaran para resi,
berbakti kepada para resi, berdana punia kepada para resi, memberkan pelayanan kepada para resi dan sebagainya; dan kelima, Bhuta Yajna yakni persembahan
kehadapan para bhuta kala atau
mahkluk bawahan, oleh karena para bhuta kala itu turut memberikan kekuatan
kehidupan di alam semesta ini sehingga semua kehidupan menjadi harmonis.
Pelaksanaannya dengan melakukan masegeh,
macaru, dan pelaksanaan tawur.( Subagiasta, 2006 : 55-57)
Pengikutnya :
Sebagai pengikut filsafat dan ajaran Saiva Siddhanta adalah segenap umat
Hindu yang tinggal di Pulau Bali. Dalam perkembangan agama Hindu belakangan ini
bahwa awalnya agama Hindu dengan paham Saiva
Siddhanta tersebut yang berasal dari India terutama dari India Selatan
tepatnya didaerah Tamil Nadu, bahwa pengikut Saiva Siddhanta selain umat Hindu yang berasal dari tanah
bharatiya, maka filsafat Saiva Siddhanta tersebut juga diikuti oleh para
sadharma atau umat Hindu yang asli Indonesia, di antaranya : umat Hindu di
Sumatra, umat Hindu di Bali, umat Hindu di lombok, umat Hindu di Jawa, umat
Hindu di Sumbawa, di Sumba, di Papua dan sebagainya di wilayah kepulauan
Nusantara ini.
Kemudian kalau di Pulau Dewata bahwa
pengikut Saiva Siddhanta adalah umat
Hindu pada umumnya, oleh karena kalau di Bali tidak ada perbedaan yang menjolok
walaupun dari para bhakta adalah
pengikut Vaisnawa dan yang lainnya,
tetapi sama sebagai penyembah dan pemuja Hyang
Siwa. Beliau Hyang Siwa sangat dimuliakan
dan dihormati melalui pelaksanaan semabh bakti oleh segenap umat Hindu. Tidak
adanya perbedaan yang mencolok dalam pemujaannya, juga dalam melakukan bhakti
ke tempat suci atau di Pura, oleh karena dalam pelaksanaan pemujaan telah
diakomodir melalui sembah, melalui doa, serta melalui penempatan para dewata
dalam tempat suci itu sendiri (Subagiasta, 2006 : 56-57).
Hari Sucinya :
Hari suci merupakan hari baik bagi
umat Hindu untuk melakukan pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Beberapa hari
suci Hindu antara lain :
1. Hari raya Galungan yang pelaksanaannya setiap enam bulan sekali, yaitu pada Budha Kliwon Dungulan. Pada hari raya Galungan umat Hindu melakukan
persembahan kepada Ida Sang Hyang Widhi
Wasa, terutama dilakukan di Pura
Keluarga (Pamerajan, Sanggah Gede, Dadia, Kawitan, Kamulan, Taksu, dan
lain-lainnya), Pura Kahyangan Desa,
serta Kahyangan jagat lainnya. Saat hari raya ini juga dinyatakan sebagai hari
kemenangan kebenaran (Dharma) atas
ketidakbenaran (Adharma). Perayaan Galungan dimulai pada Sabtu Kliwon Wariga sampai dengan
rangkaian terakhir pada Budha Kliwon
Pahang. Adapun rangkaian utama perayaan Galungan adalah penyekeban/penyajaan, pengejukan,
penampahan, puncak perayaan Galunan, dan umanis Galungan.
2. Hari raya Kuningan yang dirayakan pada hari Sabtu Kliwon Kuningan, sepuluh hari setelah perayaan Galungan. Hari Raya Kuningan juga
diawali dengan rangkaian Penampahan Kuningan, Puncak perayaan Kuningan dan Ulihan.
3.
Hari raya Saraswati yang dilaksanakan pada Sabtu Umanis Watugunung. Umumnya perayaan ini dikenal dengan nama
Piodalan Sang Hyang Aji Saraswati
atau piodalan Sang Hyang Pengeweruh.
Makna yang dikandung dari perayaan Saraswati
adalah betapa pentingnya ilmu pengetahuan suci Weda dan sains lainnya untuk memajuan dan kesejahteraan umat
manusia.
4. Hari
raya Pagerwesi adalah sebagai hari
pemujaan terhadap Ida Sang Hyang Widhi
Wasa (Hyang Paramesti Guru) yang dirayakan setiap Budha Kliwon Sinta. Perayaan hari raya ini bermakna untuk memohon
kekuatan hidup baik secara fisik dan non fisik (wahya adhyatmika). Jadi perayaan Pagerwesi bertujuan untuk memohon
kekuatan dan kemantapan sraddha dan
bhakti umat Hindu.
5.
Hari raya Nyepi yang perayaannya dilaksanakan setiap penanggal pisan sasih kadasa. Rangkaian upacara hari raya Nyepi diawali dengan pelaksanaan melasti ke segara/samudra untuk memohon tirtha amertha atau air suci kehidupan
serta untuk mengahyutkan segala mala
pataka/dosa/papa, kemudian dilanjutkan dengan pengerupukan/mebuu-buu serta
pelaksanaan Upacara Tawur Kasanga di
setiap lingkungan desa terutama bertempat diperempatan jalan (catus pata) yang jatuh pada Tilem Sasih Kasanga.
6. Hari Siwaratri
yang berarti malam siwa. Siwa adalah
sebagai manifestasi Ida Sang Hyang Widhi
Wasa yang memiliki kekuasaan untuk pameralina.
Dalam naskah Siwaratrikalpa
dijelaskan bahwa Bhattara Siwa
melakukan yoga untuk keselamatan denia beserta segenap isisnya beretapatan
dengan caturdasi kresnapaksa atau pangelong ping patbelas sasih kapitu.
Saat itu dipilih oleh Bhattara Siwa
untuk beryoga, karena merupakan malam yang tergelap dan saat yang terbaik
melakukan pemujaan kehadapan Bhattara
Siwa. Saat Siwaratri, maka umat
Hindu melakukan tapa brata yoga dan samadhi. Waktu pelaksanaannya selama 36
jam. Jenis brata dapat dilakukan berupa upawasa
(tidak makan dan tidak minum), monabrata
(tidak berbicara/selalu hening), dan jagra
(tidak tidur) (Subagiasta, 2006 : 58-60)
Orang sucinya :
Orang suci adalah sangat besar jasanya
terhadap perkembangan dan penyebaran agama hindu kepada umat di dunia ini.
Tanpa orang suci, maka agama hindu sulit untuk berkembang. Orang suci umat
hindu secara umum disebut dengan nama Rsi.
Ada beberapa orang suci antara lain:
1. Bhagawan
Bhrigu merupakan orang suci Hindu yang namanya banyak disebut-sebut dalam
kitab purana. Beliau sebaga pendiri
keluarga/warga Bhargawa.
2. Bhagawan
Bharadwaja sebagai orang suci Hindu yang ada kaitannya dengan cerita Ramayana yang ditulis oleh Bhagawan Walmiki. Bhagawan Bharadwaja juga sebagai penerima wahyu suci dari Tuhan
Yang Maha Esa. Beliau sebagai guru suci pada sebuah ashram kenamaan Hindu di kota prayoga
yang kini dikenal dengan nama kota Aalahabad. Pada kota prayoga ini adalah sebagai tempat suci Hindu, oleh karena disana
terdapat campuhan (sangam) dari pada
sungai Ganga, sungai Yamuna, dan sungai Saraswati (yang saat ini tidak nampak).
3. Rsi
Agastya sebagai oranmg suci lahir dikota Khasi atau Benares-India Utara
(Uttara Pradesh). Beliau telah menyebarkan agama Hindu di india dab termasuk
sampai di Indonesia dan Bali.
4. Bhagawab
Brihaspati adalah seorang putra dari Bhagawan
Angira yang merupakan orang suci yang terkenal bagi umat Hindu.
5. Mpu
Tantular sebagai pujangga besar agama Hindu. Beliau telah menulis kekawin Sutasoma. Beliau memiliki empat putra yaitu:
Mpu Kanawasikan, Mpu Asmaranatha, Mpu
Shidimantra, Mpu Kepakisan.
6. Mpu
Kuturan sebagai orang suci yang telah berjasa menyebarkan ajaran agama
Hindu di Indonesia dan di Bali khususnya. Beliau mengajarkan ajaran Tri Murti dan mengjarkan konsep Tri
Kahyangan di setiap desa adat dan desa pakraman di Bali.
7. Mpu
Bharadah sebagai oranh suci Hindu merupakan adik dari Mpu Kuturan. Kebesaran nama Mpu
Bharadah sangat terkenal di bali dan Mpu
Bharadah ada di muliakan di salah satu pura di kompleks pura Besakih.
8. Rsi
Markandeya adalah orang suci Hindu yang pertama kali dating ke Bali untuk
menyebarkan ajaran agama Hindu. Beliau datang dari tanah jawa menuju Bali
beserta dengan beberapa pengikutnya untuk merabas hutan Bali di jadikan lahan
pertanian dan sekaligus menata kehidupan beraga Hindu di Bali.
9. Dang
Hyang Dwi Jendra nama lain beliau adalah Dang Hyang Nirathga. Jikalau di bali beliau bergelar pedanda Sakti
Wawu Rawuh. Kalau di Lombok beliau bergelar Tuan Semeru dan di Sumatra bergelar
Pangeran Sangupati. Banyak tempat
suci yang telah beliau bangub di pulau Bali, seperti ; Pura Puruncak, Pura Rambut Siwi, Pura Pulaki, Pura Ponjok Batu, Pura
Tanah Lot, Pura Prti Tenget, Pura Uluwaru , Pura Air Jeruk dan lain-lain.
10. Dang
Hyang Astapaka merupakan salah satu orang suci dari Bhuda Mahayana dan Majapahit dan di Bali belai mendirikan Pura Sakenan di daerah Serangan Denpasar
Selatan. Keturunan beliau di Bali kini menetap di daerah Karangasem yaitu Dsesa Budekeling (Subagiasta, 2006 :
61-63)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar