Pura Gunung Raung
Pura Gunung Raung berlokasi di desa Taro Kecamatan Tegalalang Kabupaten Gianyar. Pura ini di bangun oleh Maharsi Markandya
, seorang yogi dari Gunung Raung. Setelah beberapa lama tinggal di
Gunung Raung, dan setelah mendapatkan petunjuk gaib, maka Rsi Markadya
melakukan ekspedisi ke Bali dengan membawa 800 orang pengikut.
1. Sejarah Pura
Berdasarkan
sejumlah sumber tertulis seperti purana, prasasti, usana, babad,
pamancangah dan tatwa, pada jaman dahulu Pura Gunung Raung dibangun
berkat kehendak Maharsi Markandeya. Beliau merupakan seorang mahayogi
yang sangat utama berasal dari keturunan warga Brgu.
Diceritakan
pada jaman dahulu seorang Maharsi yang bernama Maharsi Markandya
membangun pertapaan di Gunung Raung Jawa Timur. Maka disuruhlah
murid-murid beliau merambas hutan dan membangun pasraman serta
pondok-pondok. Di sana beliau tinggal dan bertapa.
Entah berapa lama beliau tinggal dan bertapa disana, tiba-tiba terlihat
sinar menyala menjulang ke angkasa. Pada saat itu terdengar sabda Sang
Hyang Jagatnatha di angkasa meminta agar Maharsi Markandeya pergi kearah
timur menuju Balipulina
Tidak
diceritakan lebih lanjut kemudian sang Maharsi mengumpulkan para
pemimpin desa. Ada keinginan beliau untuk memindahkan atau membuat
replika pasraman beliau yang ada di Gunung Raung Jawa Timur. Setelah
semua setuju, maka para penduduk membangun tempat suci tersebut. Setelah
selesai dan kemudian di upacarai, selanjutnya parahyangan itu diberi
nama Parahyangan Gunung Raung. sekarang disebut Pura Agung Gunung Raung.
2. Struktur Pura
Pura
Gunung raung memiliki empat buah gapura (pemedal), masing masing berada
di empat penjuru mata angin. Pemedal disebelah barat ditujukan untuk
Bhatara dari Gunung Raung. Pemedal di sisi utara dan selatan untuk
keluar masuk umat. Sedangkan pemedal sisi timur adalah tempat keluar
masuk sesuhunan yang berstana di Pura Gunung Raung. Pemedal ini sangat
keramat. Pemedal ini dijaga dan diawasi oleh Ida Bhatara Dalem Murwa.
Tidak
lama kemudian, murid-murid beliau membangun beberapa palinggih utama,
Meru tumpang tiga sebagai stana dari Ida Bhatara Sakti Sesuhunan di Pura
Gunung Raung. Kemudian dibangun bale kulkul, kulku (kenongan) hanya
dibunyikan saat Ida Bhatara dimohonkan untuk turun dari kahyangan bila
akan dilaksanakan upacara melasti. Selanjutnya juga dibangun Bale Agung
dengan 11 ruang dan 24 tiang.
Raja-raja
di bali yang pernah mengadakan upacara atau memperbaiki kondisi pura
antara lain disebutkan, Sri Haji Kesari Warmadewa, Sri Dharma Udayana
bersama permaisuri Gunapriya Dharmapatni, Dalem Waturenggong. Raja dari
Mangupura juga pernah melakukan pemugaran.
Menurut purana, tunggul Pura Gunung Raung, disebutkan pura Gunung Raung merupakan salah satu pura dang kahyangan.
Desa
Pekraman Taro memiliki suatu keyakinan terhadap satwa lembu putih, bahwa
lembu tersebut adalah binatang suci yang patu dilindungi dan
dikeramatkan, karena dianggap sebagai perwujudan lembu Nandini yaitu
tunggangan Dewa Siwa. Oleh karena itu keberadaan lembu tersebut sampai
saat ini masih tetap dilestarikan.
Referensi:
Selayang
Pandang Kahyangan Jagat Pura gunung Raung dan Karya Agung Panca Wali
Krama Penyegjeg Jagat; Desa Pekraman Taro Kaja; 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar